Connect with us

Oase

Peringatan Maulid Nabi: Bid’ah atau Tradisi yang Bernilai Ibadah?

Published

on

Peringatan Maulid Nabi: Bid’ah atau Tradisi yang Bernilai Ibadah? (ist)

AKTUALITAS.ID – Setiap tahunnya, umat Islam di seluruh dunia memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, yakni kelahiran Rasulullah yang jatuh pada bulan Rabiul Awal. Tradisi ini telah lama dipraktikkan sebagai bentuk cinta, penghormatan, dan syukur atas diutusnya Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi seluruh alam. Meski demikian, peringatan Maulid Nabi kerap menjadi perdebatan di kalangan umat Islam. Sebagian kalangan menganggapnya sebagai bid’ah, sementara yang lain memandangnya sebagai amalan yang baik dan penuh berkah.

Apakah Maulid Nabi Bid’ah?

Secara bahasa, bid’ah berarti sesuatu yang baru, atau hal-hal yang tidak pernah dilakukan sebelumnya. Dalam konteks agama, bid’ah sering diartikan sebagai setiap bentuk ibadah yang tidak diajarkan atau dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Hadis Nabi menyatakan:

“Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan (agama) kami yang tidak berasal darinya, maka itu tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini sering dijadikan dasar oleh kelompok yang menolak peringatan Maulid Nabi. Mereka berpendapat bahwa Nabi SAW, para sahabat, dan generasi awal Islam (Salaf) tidak pernah melakukannya, sehingga perayaan Maulid dianggap sebagai bid’ah.

Namun, apakah Maulid Nabi otomatis tergolong bid’ah yang tercela?

Pandangan Ulama tentang Maulid Nabi

Banyak ulama membagi bid’ah menjadi dua kategori: bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah dhalalah (sesat). Imam Asy-Syafi’i, salah satu imam mazhab yang besar, menjelaskan bahwa bid’ah yang sesuai dengan ajaran Islam dan tidak bertentangan dengan sunnah Nabi, dapat dianggap sebagai bid’ah hasanah. Ia mengatakan:

“Bid’ah terbagi menjadi dua: bid’ah yang terpuji dan bid’ah yang tercela. Apa yang sesuai dengan sunnah adalah terpuji, dan apa yang bertentangan dengan sunnah adalah tercela.” (HR. Al-Baihaqi)

Menurut ulama yang mendukung peringatan Maulid, selama peringatan ini diisi dengan hal-hal yang baik, seperti membaca Al-Qur’an, bershalawat kepada Nabi, dan mengenang sejarah hidup Rasulullah, maka hal itu termasuk dalam kategori bid’ah hasanah.

Dalil-Dalil yang Mendukung Maulid Nabi

Sebagian ulama juga mengemukakan dalil dari Al-Qur’an untuk mendukung peringatan Maulid Nabi. Salah satu ayat yang sering dirujuk adalah:

“Dan ingatkanlah mereka pada hari-hari Allah.” (QS. Ibrahim: 5)

Ayat ini ditafsirkan sebagai perintah untuk mengingat hari-hari penting dalam sejarah Islam, termasuk hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana Allah berfirman tentang Rasulullah:

“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya: 107)

Kehadiran Nabi Muhammad SAW dianggap sebagai rahmat yang besar bagi seluruh alam semesta, sehingga memperingati hari kelahiran beliau adalah bentuk rasa syukur atas rahmat tersebut.

Maka dapat disimpulkan, Peringatan Maulid Nabi memang tidak secara langsung diperintahkan dalam Al-Qur’an atau Hadis, tetapi juga tidak dilarang. Jika dilakukan dengan niat yang baik dan diisi dengan amalan yang sesuai dengan syariat Islam, seperti bershalawat, membaca Al-Qur’an, dan mengenang perjalanan hidup Nabi, maka banyak ulama yang menganggapnya sebagai bid’ah hasanah, yaitu amalan baru yang baik.

Namun, penting bagi setiap Muslim untuk memastikan bahwa peringatan ini tidak dicampur dengan hal-hal yang melanggar syariat. Sebagaimana dalam setiap ibadah, niat dan cara pelaksanaannya harus selalu dijaga agar tetap dalam koridor ajaran Islam.

Pada akhirnya, apakah peringatan Maulid Nabi tergolong bid’ah atau tidak, sangat bergantung pada pandangan mazhab atau ulama yang diikuti serta bagaimana cara peringatan tersebut dilakukan. Yang terpenting, cinta kepada Rasulullah SAW hendaknya tercermin dalam mengikuti ajaran dan sunnahnya setiap hari, bukan hanya di hari kelahirannya. (NAUFAL/RAFI)

Trending

Exit mobile version