Connect with us

OASE

Misteri Pembelahan Dada Nabi Muhammad SAW: Mukjizat atau Metafora?

Aktualitas.id -

Ilustrasi, Foto: Ist

AKTUALITAS.ID – Kisah pembelahan dada Nabi Muhammad SAW telah lama menjadi perbincangan di kalangan umat Islam. Sebagian besar dari kita mungkin pernah mendengar bahwa peristiwa luar biasa itu terjadi ketika Rasulullah masih kecil, atau saat beliau menjalani peristiwa agung Isra Mikraj. Namun, benarkah kejadian tersebut benar-benar terjadi secara harfiah?

Prof. M. Quraish Shihab, pendiri Pusat Studi Al-Qur’an (PSQ) Jakarta sekaligus pakar tafsir terkemuka Indonesia, memaparkan kisah pembelahan dada Nabi sesungguhnya merupakan isu yang diperdebatkan dalam khazanah keilmuan Islam. Ia menilai baik kesahihan sumber maupun makna di balik kisah tersebut masih terbuka untuk penafsiran.

Salah satu riwayat yang paling sering dikutip adalah hadis dari Musnad Imam Ahmad, sebagaimana dicatat oleh Ibnu Katsir. Dalam kisah itu, sahabat Nabi, Abu Hurairah, meriwayatkan pengalaman Rasulullah kecil yang tiba-tiba didatangi dua malaikat. Dada beliau dibelah, lalu dikeluarkanlah sesuatu yang menyerupai segumpal darah yang oleh malaikat disebut sebagai kedengkian dan iri hati. Setelah itu, dimasukkan pula “kasih sayang dan rahmat” ke dalam dadanya.

Namun, hadis tersebut dinilai oleh sebagian ulama sebagai hadis dhaif (lemah), sehingga validitasnya sebagai pijakan keyakinan menjadi terbatas.

Lebih lanjut, dalam buku “M. Quraish Shihab Menjawab”, dijelaskan Quraish Shihab tidak menafsirkan kisah itu secara harfiah. Ia menyampaikan kata “syaraha” (melapangkan atau membelah dada) yang terdapat dalam Surah al-Insyirah ayat 1 (“Alam nasyrah laka shadrak” – Bukankah Kami telah melapangkan dadamu?) lebih tepat dipahami sebagai simbolik atau spiritual, bukan tindakan fisik.

Pandangan ini berbeda dari sebagian ulama lain, seperti an-Naysaburi, yang meyakini pembelahan dada adalah peristiwa nyata yang dilakukan malaikat kepada Nabi, baik saat kecil maupun menjelang Isra Mikraj.

Namun menurut Prof. Quraish, tidak ada ayat Alquran yang secara tegas menyatakan peristiwa itu terjadi secara fisik. Apalagi, hadis-hadis yang mengisahkannya pun tidak mencapai derajat mutawatir (diriwayatkan oleh banyak jalur). Karena itu, menurutnya, umat Islam tidak wajib mempercayai kisah tersebut secara literal.

“Yang penting adalah esensinya: Nabi Muhammad SAW dibersihkan dari sifat-sifat buruk dan dipenuhi kasih sayang serta rahmat dalam rangka mempersiapkan beliau sebagai utusan Allah,” terang Quraish.

Dengan demikian, kisah pembelahan dada Nabi Muhammad SAW bisa dipahami dari dua sisi: sebagai mukjizat fisik yang dipercaya sebagian kalangan, atau sebagai simbol spiritual pembersihan jiwa menurut tafsir kontekstual.

Dan yang terpenting, perbedaan pandangan ini seharusnya memperkaya pemahaman umat, bukan memecah belah. (Mun)

TRENDING

Exit mobile version