Connect with us

OASE

Bahaya, Istri Menolak Ajakan Suami

Aktualitas.id -

ilustrasi suami istri muslim Foto: Getty Images/Prostock-Studio

AKTUALITAS.ID – Setiap pasangan yang sudah mengucap ijab qabul dan telah resmi menjadi suami-istri, memiliki hak dan kewajiban masing-masing. Dalam buku Dosa-dosa Istri yang Wajib Dihindari agar Suami dan Anak-anak Sukses, Bahagia Dunia Akhirat karya Hastanti Ayu Humaira, di dalam Islam disebutkan bahwa ketika sepasang suami-istri saling mencintai bersatu dalam sebuah hubungan intim, maka akan dijadikan sebagai sedekah, dan termasuk menggugurkan dosa.

Bagi pasangan suami istri, saling memahami dan menerima kebutuhan masing-masing menjadi kunci penting mempertahankan keharmonisan rumah tangga. Termasuk melayani pasangan dalam hal hubungan intim.

Pun demikian dalam hukum Islam, dituntun baik suami maupun istri dapat melayani kebutuhan pasangan secara bijak. Tapi, adakah hukumnya jika istri menolak ajakan suami?

Dan di antara orang yang dilaknat oleh para Malaikat adalah seorang istri yang menolak ajakan suaminya untuk berjima’. Di antara dalil yang menunjukan hal tersebut adalah:

Pertama: Asy-Syaikhain meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِيْءَ لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ.

“Jika seorang suami mengajak istrinya ke atas ranjangnya, tetapi ia tidak mematuhinya, maka para Malaikat akan melaknatnya sampai pagi.”

Di sisi lain, menggauli istri merupakan salah satu kewajiban seorang suami terhadap istri. Namun, dalam Al-Qur’an surat An Nisa ayat 19, Allah berfirman, “Dan bergaullah dengan mereka secara patut.”

Dalam Islam, suami harus menggauli (bersenggama) istri secara baik dan adil karena ini termasuk inti dari pernikahan, sehingga istri dapat memperoleh kenikmatan bersenggama dengan suaminya, begitu juga suami dapat memperoleh kenikmatan dari istrinya.

Oleh karena itu, meski istri disebut harus memenuhi kebutuhan seks suami, namun suami juga harus memahami kondisi dan kebutuhan istri. Misalnya termasuk kebutuhan seks istri, serta pengertian jika istri sedang tidak dapat melayani suami, dalam hal seks maupun yang lain.

Padahal, ‘penolakan’ yang dimaksud adalah jika istri melakukannya dengan sengaja tanpa etika, kasar, dan tanpa alasan yang mendasar. Tetapi bila penolakan dilakukan karena alasan tertentu dan kuat, serta disampaikan dengan cara yang ma’ruf/baik maka tentu perempuan tidak dibebani dengan hukuman sebagaimana disebutkan dalam hadis.

Hadis tersebut berlaku juga bagi suami bila meminta berhubungan seksual dengan cara memaksa atau menolak keinginan istri untuk berhubungan seksual dengan cara yang tidak baik. Prinsipnya, hubungan seksual tidak hanya untuk menyenangkan salah satu pihak, tapi untuk menyenangkan dan membahagiakan suami dan istri. Dengan demikian, hubungan seksual harus dilakukan dengan kerelaan dan tanpa unsur paksaan ataupun terpaksa.

Dalam pandangan sebagian ulama fikih kontemporer, seperti az-Zuhaili, dinyatakan bahwa laknat itu turun pada penolakan yang tidak beralasan (min ghair ‘udzrin), dan yang muncul bukan karena sedang memenuhi kewajiban agama (lam yusyghilhâ ‘an al-farâ’idh). Artinya, perempuan berhak menolak ajakan suami yang dipastikan akan menyakitinya, atau ia sedang menunaikan suatu kewajiban (Husein Muhammad, 2000).

Dari beberapa pandangan ini, subordinasi seksualitas perempuan terhadap laki-laki tidak mutlak. Ada ruang-ruang di mana perempuan oleh agama dinyatakan berhak menolak ajakan hubungan intim dari suaminya (Faqihuddin Abdul Kodir, 2020).

Tujuan perkawinan adalah untuk mewujudkan sakinah (ketenangan) yang dihiasi rasa mawaddah wa rahmah (kasih sayang) (QS. Ar- Rum, 21). Baik suami maupun Istri tentu ingin memperoleh ketenangan dalam keluarga, sehingga untuk mencapainya adalah bagaimana saling menumbuhkan dan menguatkan rasa cinta dan kasih sayang antara Ibu dan suami.

Penolakan Istri untuk melakukan hubungan seksual bisa disampaikan dengan cinta dan sayang pula, sehingga suami tidak merasa ditinggalkan dan terabaikan. Istri juga bisa menyampaikan kepada suami tentang dampak negatif yang Istri alami jika dipaksakan melakukan hubungan seksual dalam kondisi yang tidak memungkinkan.

Hubungan suami dan istri dalam Alquran disebutkan sebagai pakaian saling melengkapi, menutupi dan menghangatkan. Keduanya berada dalam relasi yang setara Hunna libâsun lakum, wa antum libâsun lahunna (QS. Al-Baqarah, 187.) yang artinya “perempuan adalah pakaian laki-laki, dan laki-laki adalah pakaian bagi perempuan”. Oleh karenanya dibutuhkan hubungan kesalingan dan kerjasama dalam relasi keduanya.

Goeh Wndh

TRENDING

Exit mobile version