Connect with us

POLITIK

Analis: Tiga Alasan Kader Gerindra Tolak Budi Arie Gabung

Aktualitas.id -

Ketua Umum Projo Budi Arie, Dok: aktualita.id

AKTUALITAS.ID – Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia, Ali Rif’an, memberikan catatan kritis terkait gelombang penolakan kader Partai Gerindra terhadap rencana Ketua Projo Budi Arie Setiadi untuk bergabung ke partai tersebut. Menurut Ali Rif’an, ada tiga faktor utama yang menjelaskan reaksi negatif dari internal Gerindra: timing, positioning, dan bargaining politik.

Pertama, dari sisi timing, masuknya Budi Arie ke Gerindra dinilai tidak tepat. Pilpres masih jauh dan peran Budi Arie sebagai ketua relawan menuntut kerja politik dan kontribusi substansial yang bersifat jangka panjang. “Relawan biasanya diharapkan memberi kerja politik dan subangsih; bergabung saat ini kurang memberikan manfaat strategis bagi Gerindra,” kata Ali Rif’an, Senin (24/11/2025).

Kedua, aspek positioning Budi Arie dinilai problematik. Ia baru saja mengalami pergeseran posisi lewat reshuffle kabinet dan terseret isu terkait kasus judi online. Persepsi sebagian kader bahwa Budi Arie mencari “suaka politik” atau perlindungan membuat kekhawatiran soal loyalitas dan citra partai muncul. “Ada anggapan Budi Arie sedang mencari perlindungan politik sehingga muncul penolakan dari kader,” ujarnya.

Ketiga, aspek bargaining atau daya tawar politik Budi Arie dinilai lemah. Ali Rif’an menilai hubungan politik Budi Arie dengan pemerintahan pusat tampak renggang, sementara klaim bahwa Projo bukan semata kepanjangan Pro-Jokowi menimbulkan ambiguitas. Logo dan sejarah Projo yang erat kaitannya dengan dukungan terhadap Jokowi memberi ekspektasi tertentu; ketika muncul tanda ketidakselarasan, muncul keraguan apakah kehadiran Budi Arie akan memberikan keuntungan strategis bagi Gerindra. “Kalau manfaat simbiosis mutualisme itu tidak jelas, partai akan ragu menerima figur yang berisiko membebani,” katanya.

Ali Rif’an menambahkan bahwa momentum penerimaan figur baru dalam partai politik bersifat sensitif. Di luar konteks pilpres, kehadiran figur yang tidak lagi berada di pemerintahan bisa jadi kurang relevan bagi strategi partai yang sedang fokus mendorong fungsi pemerintahan berjalan efektif. Oleh sebab itu, penolakan kader Gerindra menurutnya lebih bersifat pragmatis daripada personal semata.

Analisis Ali Rif’an menegaskan bahwa dinamika internal partai akan dipengaruhi oleh kalkulasi politik yang mempertimbangkan reputasi, loyalitas, dan keuntungan strategis jangka menengah – bukan sekadar keinginan figur bersangkutan untuk bergabung. Dengan demikian, keputusan partai dan sikap kader cenderung didorong oleh perhitungan risiko-manfaat yang konkret. (Bowo/Mun)

TRENDING

Exit mobile version