Mantan Komisioner: Debat Gagal, KPU Harus Minta Maaf


Ilustrasi (Kiki Budi Hartawan)

Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Sigit Pamungkas, menilai janji KPU untuk membuat suatu debat yang membuat publik terpuaskan tidak terpenuhi.

Menurutnya, dalam debat perdana calon presiden dan calon wakil presiden pada Kamis (17/1) sangat tidak membantu masyarakat dalam memperoleh informasi yang detail soal visi, misi, dan program kedua capres-cawapres.

Sigit bahkan meminta KPU untuk meminta maaf kepada publik.  “KPU harus meminta maaf kepada publik karena tak tampilkan substansinya, (debat) dipersiapkan dengan bagus, kandidat menjawab dengan posisi ideologi dan rencana yang matang. Justru saat debat apa yang dijanjikan tidak muncul,” kata Sigit dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (19/1).

Sigit mengatakan, masih ada empat debat lagi ke depan.  Ia yakin debat akan menjadi lebih menarik jika KPU melakukan evualuasi. KPU, menurutnya, terlalu banyak kompromi dengan kedua paslon. Seharusnya, KPU lah yang mengendalikan penyelenggaraan debat.

“Terlalu banyak kompromi. Terlalu banyak bagian dalam debat untuk fasilitasi keinginan paslon. Harusnya KPU kembali percaya diri. Kontestan ya ikut saja,” tegas Sigit.

Kedua, sambung Sigit, KPU harus menghapus pemberian ‘bocoran’ soal pertanyaan dalam debat. Selain mendapat kritik dari kublik, pemberian kisi-kisi ini terbukti sangat tidak mendidik. “Itu menjadi catatan harus dihilangkan,” ujarnya.

Selain itu, panelis juga seharusnya ditentukan oleh KPU dan tidak  perlu persetujuan dari paslon. Berbeda dengan penentuan moderator yang memang harus dapat persetujuan dari peserta pemilu. “Di luar itu harus dari penyelenggara pemilu,” jelas Sigit.

Sebelumnya, dalam acara di Jakarta pada Jumat (18/1) KPU Wahyu Setiawan mengamini  debat capres cawapres pertama dengan tema Hukum, HAM, Korupsi, dan Terorisme belum sepenuhnya memenuhi harapan publik.

Karena itu pihak KPU RI melakukan evaluasi menyeluruh terkait format dan mekanisme debat untuk perbaikan debat berikutnya. Salah satu yang dievaluasi menurut Wahyu adalah terkait isu pemberitahuan abstraksi kisi-kisi soal kepada kandidat.

“KPU RI berupaya mengartikulasikan harapan publik. Sehingga untuk debat berikutnya abstraksi soal yang dibuat panelis tidak diberitahukan kepada kandidat,” kata Wahyu.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>