Kisah Jenderal Ahmad Yani yang Pernah Dimarahi Seorang Sopir


Kolonel Ahmad Yani, Deputi II Staf Umum Angkatan Darat adalah sosok yang dinilai sebagai panglima yang berani, tegas, adil, dan memperhatikan anak buah. Setiap anak buahnya mencintai dan menghormatinya. Ia juga pernah ditunjuk menjadi Panglima pada Operasi ’17 Agustus’ untuk memadamkan pemberontakan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) di Sumatra Barat pada 1958. 

“Saya dapat menyatakan penilaian ini karena sebagai dokter saya mudah mendengarkan pendapat para prajurit, baik yang berpangkat tamtama, bintara maupun perwira,” kata Soemarno Sosroatmodjo dalam bukunya yang berjudul ‘Dari Rimba Raya ke Jakarta Raya’.

Diketahui saat itu Soemarno Sosroatmodjo menjabat Komandan Pusat Pendidikan Kesehatan dan Kepala Biro B Direktorat Kesehatan Angkatan Darat. Dalam Operasi 17 Agustus bersama Ahmad Yani, Soemarno juga menjabat Wakil Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) dan mempersiapkan dan mengirimkan kesatuan-kesatuan dinas kesehatan tentara dan PMI.

Kejadian ketika IA bertanggung jawab sebagai Panglima Operasi ’17 Agustus’, Yani tiba-tiba ingin mengadakan inspeksi ke suatu tempat yang belum aman. Dia hendak berangkat dengan kendaraan jeep. Seirang Sopir pun memperingatkan dan bertanya apakah tidak membawa pasukan pengawal sebab jalan yang dilalui masih belum aman.

Kolonel Ahmad Yani pun tidan menghiraukan hal tersebut, bahkan ajudannya pun tidak diajak. Firasat sopir tersebut ternyata benar adanya. Pada sebuah kelokkan yang menanjak dan rimbun, jeep ditembaki dari semak-semak dan mobil Jeep itu terjerumus ke dalam selokan, Yani dan sopir pun terlempar. Tembakan itu pun semakin membabi buta.

Setelah keduanya berhasil keluar dari mobil Jeep yang sebelumnya ditembaki itu, sang Sopir tersebut pun marah-marah kepada Kolonel Ahmad Yani yang sama-sama sedang mencari perlindungan di semak. “Apa kata saya tadi!? Kenapa kita berangkat tanpa pengawalan? Apa kita harus mati konyol!?” Tegas si sopir.

Tembakan yang beruntun yang meneror mobil Jeep yang ditunggangi oleh Ahmad Yani itu pun terdengar oleh pos TNI terdekat yang segera mengirimkan bantuan. Yani dan sopir yang sempat marah-marah itupun dapat diselamatkan oleh prajurit TNI. 

Meski sudah dimarahi oleh si sopir, Yani justru mengangkat sopir itu sebagai sopir khusus Panglima ‘Operasi 17 Agustus’ di Sumatera Barat pada tahun 1958.

“Kejadian itu saya dengar dari Yani pribadi,” kata Soemarno, “ketika kami bertemu di Padang meninjau kesatuan-kesatuan kesehatan dan PMI.”

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>