Aturan dan ‘Grasak Grusuk’ Jokowi ke PLN


Pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo (kedua kiri) dan Ma'ruf Amin (kiri) saat mengikuti debat kelima Pilpres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu (13/4/2019). Debat kelima tersebut mengangkat tema Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial, Keuangan dan Investasi serta Perdagangan dan Industri. AKTUALITAS.ID/Kiki Budi Hartawan.

AKTUALITAS.ID – Kemarin kita sama sama merasakan dampak dari ketidakberdayaan masyarakat dengan tidak adanya listrik. Hampir seluruh Jabodetabek gelap gulita diakibatkan karena terganggunya beberapa pembangkit listrik yang dimiliki oleh Perusahaan Plat Merah milik Pemerintah.

Satu satunya perusahaan Listrik ini yakni PT PLN (Persero) mengalami blackout yang hingga kini masih dalam perbaikan. Namun, terdapat hal yang menarik yang perlu di amanati dengan Kehadiran Presiden Joko Widodo ke Gedung PLN di Trunojoyo. 

kapasitas presiden hadir ke PLN dalam rangka apa ? Bahwa berdasarkan Pasal 33 UUD NRI memang Negara dalam hal ini pemerintah memiliki mandat untuk menguasai kekayaan alam termasuk dalam hal ini Energi Listrik yang merupakan kepentingan dari hajat hidup orang banyak.

Tetapi, penguasaan tersebut harus dilakukan secara rechstaat (Negara hukum konstitusional), dimana  negara Indonesia telah memproklamirkan dirinya sebagai negara hukum. 

Di dalam Norma hukum khususnya dalam UU BUMN (UU No. 19 Tahun 2003) tidak terdapat satupun pasal yang menyatakan bahwa Direksi BUMN harus bertanggungjawab kepada Presiden.

Hal ini menandakan bahwa segala pengaturan mengenai Perusahaan Terbatas (dalam hal ini PT PLN (Persero) itu tunduk kepada UU No. 40 Tahun 2007 ttg Perseroan Terbatas. 

Direksi BUMN bertanggung jawab hanya kepada Pemegang Saham, ketentuan ini juga tentunya berlaku bagi PT PLN (Persero). Jika pemegang saham ingin menanyakan atau meminta pertanggungjawaban kepada Direksi ataa tindakan Direksi, maka terlabih dahulu harus diadakan Rapat Umum Pemegang Saham, hal tsbt diatur dalam Pasal 75 UU PT. 

Kehadiran Presiden Jokowi ke Gedung PLN dengan seolah olah menyalahkan Direksi BUMN merupakan tindakan yang diluar nalar aturan hukum.

Tidak bisa seorang presiden mengatasnamakan masyarakat Indonesia menyidang Direksi BUMN terkait dengan Blackout yang terjadi. Forum dan mekanisme sejatinya telah diatur oleh UU BUMN dan UU PT. 

Justru seharusnya Presiden cukup memanggil Menteri BUMN dan juga Menteri ESDM (kemnetrian teknis terkait) meminta pertanggungjawaban mereka selaku Pemegang Saham yang diamanatkan UU BUMN. Karena seharusnya pengelolaan perseroan dijalankan berdasarkan anggaran dasar dan ketentuan lain yang mengikat. 

Presiden seharusnya bertindak lebih tepat dan terukur, karena hal ini dapat menciptakan presenden buruk dalam pengelolaan Perusahaan di Indonesia khususnya pengelolaan BUMN. 

Penulis adalah : Ketua Komisi Hukum PB HMI / Corporate Lawyer di Jakarta, Muhtar Yogasara, S.H, M.H

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>