Jokowi Wacanakan Penerbitan Perppu KPK, Peradi: Menjilat Ludah Sendiri


Ilustrasi (Istimewa)

Rencana Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sama saja menjilat ludah sendiri. Karena Presiden sebagai eksekutif yang melakukan pembahasan bersama DPR terkait revisi Undang-undang (RUU) KPK, kemudian disetujui dengan pengesahan dalam sidang paripurna DPR.               

Hal tersebut disampaikan Sekjen Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Sugeng Teguh Santoso dalam rangka menanggapi polemik rencana dikeluarkan Perppu KPK, setelah sejumlah mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPR terkait RUU KPK.               

Ia mengatakan langkah Presiden terkait Perppu KPK merupakan suatu yang kontradiktif dan dinilai janggal serta bermuatan politis. Karena akan menimbulkan kontraksi politik di kalangan politisi parlemen berupa kritik maupun serangan dari sejumlah anggota DPR yang telah mengesahkan revisi UU KPK. 

“Sehingga apabila menerbitkan Perppu KPK yang dibahas dan disetujuinya itu adalah tindakan menjilat ludah sendiri,” kata Sugeng dalam diskusi publik dengan tema “Menyoal Pentingnya Revisi UU KPK” yang digelar Korps Mahasiswa dan Pemuda NKRI (KoMPAN) di kampus PTIQ Jakarta, Rabu (2/10/2019).                  

Pasalnya, menurut Sugeng, Presiden memiliki keterlibatan dalam proses hingga keputusan dalam revisi UU 32/2002 tentang KPK.      

“Kalau sampai ada Perppu, saya kira ini janggal. Karena presiden yang mengikuti proses, seperti menyetujui beberapa pasal hingga tahap putusan. Masa dia sendiri akan menarik UU yang ia setujui sendiri,” tutur Sugeng.               

Menurut dia, Perppu KPK berbeda dengan Perppu ormas yang pernah dikeluarkan Jokowi. Ia mencurigai dorongan kepada presiden untuk menerbitkan Perppu KPK bermuatan politis.        

“Presiden bisa kena impeachment gara-gara perppu. Atau mungkin itu tujuan friksi politik dibalik kuatnya dorongan Perppu KPK tersebut,” ujar Sugeng.     

“Friksi politik ini berpotensi merugikan dan menggoyahkan kekuasaan politik presiden, apabila nantinya dalam sidang paripurna yang pertama setelah diterbitknnya Perppu KPK ditolak oleh DPR. Ini menjadi pukulan atas kredibilitas presiden,” sambungnya.     

Hal yang sama dikatakan dosen Universitas Pamulang, Firdaus MS,  yang berpendapat bahwa dikeluarkannya Perppu bukanlah solusi atas problem pemberantasan korupsi dan KPK.      

“Judicial review melalui MK saya kira lebih elegan. Perppu itu mensyaratkan suatu keadaan yang genting dan darurat, dalam konteks ini, hal itu tidak ada,” ujar Firdaus ditempat yang sama dalam diskusi tersebut. 

“Revisi UU KPK itu justru menguatkan KPK itu sendiri. Sebab penyidik dan komisionernya tidak mungkin bekerja secara mekanik layaknya malaikat yang hanya patuh satu hal yang diperintahkan dan tidak tergoda hal lainnya,” tambah dia.      

Sementara itu menurut Aktifis 98, Hari Purwanto, juga menyampaikan bahwa pro kontra revisi UU KPK yang telah disahkan tidak harus diselesaikan melalui gerakan jalanan.        

“Diskusi kita hari ini adalah gerakan kita. Semua sepakat korupsi harus diberantas. Karena itu kita memerlukan kelembagaan yang bersih dan kredibel, serta objektif, tidak ikut bermain politik,” tukasnya.      

Dalam acara yang dihadiri ratusan mahasiswa yang berasal dari berbagai kampus ini, juga menyampaikan pernyataan sikap agar presiden tidak menerbitkan Perppu KPK. [ Akurat.co ]

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>