BPJS Naik Dua Kali Lipat, Fadli Zon: Kebijakan yang Buruk


Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, Fadli Zon. /AKTUALITAS.ID/Kiki Budi Hartawan.

AKTUALITAS.ID – Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon mengkritisi kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan melalui Perpres Nomor 75 Tahun 2019. Kenaikan hingga dua kali lipat dinilai kebijakan keliru.

“Besaran kenaikannya, saya kira sangat mengejutkan, karena ada yang lebih dari 100 persen,” kata Fadli melalui siaran persnya, Rabu (6/11).

Fadli menjelaskan, merujuk Perpres tersebut, iuran mandiri Kelas III naik 65 persen dari sebelumnya Rp25.500 per bulan jadi Rp42 ribu. Sementara itu, iuran mandiri Kelas II naik sebesar 116 persen dari sebelumnya Rp51 ribu, kini menjadi Rp110 ribu. Sedangkan iuran Kelas I naik 100 persen, dari sebelumnya Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu.

“Kenaikan ini akan memberatkan masyarakat. Apalagi, pada saat yang bersamaan, pemerintah juga sedang berencana untuk menaikkan tarif listrik, tarif tol, dan berbagai tarif lainnya,” ujarnya.

Menurut Fadli,DPR periode 2014-2019, melalui Komisi IX dan Komisi XI, sebenarnya sudah menyampaikan penolakan kenaikan premi JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP). Itu adalah sikap resmi yang menjadi kesimpulan saat rapat dengan sejumlah kementerian terkait dan BPJS Kesehatan.

Selain itu, Fadli menyebut saat itu penolakan kenaikan premi itu hanya spesifik menyebut Kelas III. Bukan menyebut peserta mandiri khusus Kelas I dan II.

Meski demikian, besaran kenaikan premi untuk peserta mandiri Kelas I dan II seharusnya juga tak boleh hingga seratus persen.

“Apalagi, kini iuran Kelas II kenaikannya lebih dari seratus persen. Kebijakan ini bisa kian merusak partisipasi masyarakat yang telah ikut program sistem jaminan kesehatan,” jelas Anggota DPR itu.

Fadli berpendapat, dengan tata kelola seperti sekarang, BPJS Kesehatan bukan lagi sebuah Jaminan Kesehatan Nasional. Seharusnya BPJS Kesehatan bisa memihak dan melindungi rakyat kurang mampu dalam mengakses layanan kesehatan.

“Tapi sudah menjelma menjadi sebuah perusahaan asuransi biasa yang dimonopoli dan diwajibkan negara. Seolah negara memaksa rakyat, padahal pelayanan kesehatan adalah hak warga,” tutur eks Wakil Ketua DPR itu.

Namun, bagi dia menjadi ironis karena sesudah iuran dinaikkan hingga dua kali lipat pemerintah saat ini justru berusaha memangkas manfaat layanan yang diperoleh peserta JKN.

Salah satu yang disindirnya rencana Menteri Kesehatan Terawan yang mau mengevaluasi daftar penyakit dan tindakan yang bisa ditanggung BPJS. Cara ini tujuannya untuk membantu mengatasi defisit keuangan BPJS.

“Ini kan tidak benar. Bagaimana partisipasi publik akan meningkat kalau begini? Yang ada justru demoralisasi, kepercayaan masyarakat kepada BPJS dan Pemerintah jadi tambah rusak,” katanya.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>