Bagaimana Pernyelesaian Zakat di Zaman Kekhalifahan Abu Bakar


Ilustrasi Zakat

AMIL punya wewenang menarik paksa zakat seseorang, jika dia belum bayar zakat. Dari Muawiyah bin Haidah, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang menunaikan zakat karena mengharap pahala, maka dia akan mendapat pahalanya. Siapa yang tidak mau menunaikannya, maka saya akan mengambil paksa dengan setengah hartanya, sebagai perintah yang benar dari Rab kami Taala” (HR. Ahmad 20016, Nasai 2456 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth)

Ketika Abu Bakr menjadi khalifah, ada sebagian orang yang tidak membayar zakat. Lalu beliau memberikan ultimatum, “Demi Allah, saya akan memerangi orang yang membedakan antara shalat dengan zakat. Karena zakat adalah hak harta. Demi Allah, jika mereka tidak mau menyerahkan zakat berupa anak kambing kepadaku, yang itu dulu mereka serahkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, nisacaya aku akan memerangi mereka karena tidak mau bayar zakat.” (HR. Bukhari 1400 & Muslim 133).

Siapa yang membedakan antara shalat dengan zakat, maksudnya adalah siapa yang mau mengerjakan shalat, namun tidak mau membayar zakat. Wewenang amil terhadap harta zakat, hanya untuk menarik harta dzahir. Sementara harta bathin, amil tidak memiliki wewenang. Al-Qodhi Abu Yala menjelaskan pembagian harta dzahir dan bathin itu dan beliau juga sebutkan contohnya, “Harta yang dizakati ada 2 bentuk: dzahir dan bathin. Harta dzahir adalah harta yang tidak mungkin disembunyikan, seperti hasil tanaman, buah-buahan, dan binatang ternak. Dan harta bathin adalah harta yang mungkin untuk disembunyikan, seperti emas, perak dan harta perdagangan.”

Kemudian al-Qadhi menjelaskan pembagian ini kaitannya dengan tugas amil, “Amil zakat tidak memiliki wewenang untuk menaksir zakat harta bathin. Pemiliknya yang paling berhak untuk menunaikan zakat harta bathin, kecuali jika dia serahkan harta itu atas kerelaannya, lalu amil menerimanya dari mereka, sehingga status amil membagikan zakat hanya membantu mereka. Amil hanya berwenang menaksir harta dzahir. Dia boleh perintahkan pemilik harta untuk menyerahkan zakat hartanya kepadanya ketika amil minta. Jika tidak diminta amil, muzakki boleh menyerahkannya ke amil.” (al-Ahkam as-Sulthaniyah, hlm. 180)

Dan kita bisa memahami, para amil bentukan takmir, atau yayasan sosial, mereka tidak ditunjuk pemerintah, dan tidak memiliki wewenang untuk menarik harta zakat. Mereka hanya bertugas menyalurkan. Karena itu, status mereka hanya wakil dan bukan amil. Karena itu, mereka tidak berhak mendapatkan jatah amil, karena mereka bukan amil. Sehingga mereka bukan termasuk golongan yang berhak menerima zakat. Kecuali jika pengurus zakat adalah orang yang tidak mampu. Maka dia berhak menerima zakat sebagai orang miskin.

Mengenai biaya operasional zakat, seperti transport untuk mengantar dana zakat atau untuk kepentingan survei penerima zakat atau kepeluan lainnya, dibebankan kepada muzakki. Sehingga disamping setor zakat, muzakki bisa ditarik biaya operasional zakat. Seperti orang berqurban, dia menyerahkan hewan qurban, dan membayar biaya operasional pengelolaannya. Jika tidak ada dana dari amil, bisa diambilkan dari dana infaq dan sedekah. Karena penyerahan harta zakat juga bagian dari kegiatan sosial, yang bisa ditutupi dengan infak atau sedekah.

Demikian, semoga bermanfaat. Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>