Bawaslu: Pilkada Jawa Barat Potensi Rawan Pelanggaran


AKTUALITAS.ID – Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu tak menampik adanya potensi kerawanan pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di wilayah Porovinsi Jawa Barat (Jabar). Beberapa kasus yang rentan terjadi yakni Daftar Pemilih Tetap (DPT) ganda hingga adanya keterlibatan Warga Negara Asing (WNA).

“Ini bagian dari setiap kerawanan pemilu mulai dari DPT ganda, DPT tidak memenuhi syarat bahkan ada WNA terdaftar sebagai DPT. Kita harapkan KPU bersinergi dengan Disdukcapil agar clear betul minimal hasil verifikasi pemilu 2019 menjadi dasar untuk menjadi daftar pemilih,” kata Ketua Bawaslu Jabar, Abdullah Dahlan, di Depok, pada Sabtu (30/11).

Sejumlah poin potensi kerawanan tersebut, lanjut Abdullah, menjadi konsen jajarannya termasuk update pemilih pemula yang sudah masuk DPT atau yang sudah pindah dan baru masuk sudah masuk DPT.

“Ini jadi konsen kita agar DPT bersih karena ini menyangkut selain keabsahan DPT merupakan basis perencanaan logistik sehingga fungsi DPT selain memastikan hak konstitusional juga memastikan perencanaan logistik utuh, akurat dan tepat,” ujarnya menambahkan.

Abdullah juga mengungkapkan, hampir seluruh wilayah di Jawa Barat memiliki potensi kerawanan pelanggaran. Terlebih jika di daerah itu terdapat peserta dari jalur incumbent atau petahana.

“Ini potensial rawan semua, karena di beberapa daerah ketika incumbent maju misal ini juga jadi titik kerawanan dan di beberapa daerah itu jadi konflik horizontal. Kemudian intervensi elite lokal terhadap penyelenggara pengawas jadi bagian,” ujarnya menambahkan.

Temuan Bawaslu Depok

Koordinator Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Depok, Dede Selamet Permana, mengatakan ada sejumlah kasus yang masih menjadi perhatian pihaknya dalam menatap Pilkada Depok di 2020 mendatang. Hal ini merujuk pada hasil temuan atau evaluasi pemilu serentak 2019.

“Misalnya saja soal kegiatan kampanye. Dari 1.335 kegiatan kampanye di Depok saat pemilu kemarin, yang melapor atau resmi melayangkan pemberitahuan kampanye hanya 1.263, sedangkan yang tidak berizin ada 62 kegiatan,” katanya

Kemudian temuan lainnya adalah soal DPT ganda, terdaftarnya dua orang WNA pada DPT, iklan kampanye di luar jadwal, dugaan money politics, dana kampanye yang dilaporkan tidak sesuai serta kekurangan logistik pada hari pencoblosan. “Ada juga pengguna hak pilih yang tidak sesuai peraturan,” ujarnya.

Sedangkan untuk pelanggaran pidana, kata Dede, ditemukan sebanyak tiga kasus. Bawaslu juga mencatat, pada pemilu 2019 sempat dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kota Depok. Itu terjadi karena adanya kesalahan pada pengguna hak pilih. Yaitu, sebanyak 7 pengguna dari luar daerah yang bukan DPT dan bukan juga DPK (Daftar Pemilih Khusus) mencoblos surat suara tanpa menggunakan formulir A5.

“Kegiatan kampanye di Kota Depok totalnya ada 1.335 yang dilakukan di 11 kecamatan. Nah dari data ini, Kecamatan Cimanggis terbanyak dengan 275 kegiatan, sedangkan paling sedikit adalah Kecamatan Beji dengan 49 kegiatan,” ujar Dede.

Dirinya menambahkan, praktek money politic akan menjadi prioritas pengawasan karena rawan terjadi di setiap Pilkada. “Bawaslu berupaya mencegah dan akan jauh lebih progresif. Nanti penerima dan pemberi ada tindakan tegas,” katanya.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>