Connect with us

Berita

Perppu ‘Darurat Sipil’ Sudah Tak Relevan, Gerindra: Masa Ada Menteri Pertama

AKTUALITAS.ID – Partai Gerindra menilai darurat sipil sudah tidak relevan diterapkan di masa sekarang. Sebab, isi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 23 Tahun 1959 sudah berbeda konteks dengan masa kini. “Kalau kita baca keseluruhan Perppu tersebut saya pikir sudah tidak relevan lagi,” ujar Anggota Fraksi Gerindra Habiburokhman saat rapat dengar pendapat dengan Kapolri melalui […]

Published

on

AKTUALITAS.ID – Partai Gerindra menilai darurat sipil sudah tidak relevan diterapkan di masa sekarang. Sebab, isi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 23 Tahun 1959 sudah berbeda konteks dengan masa kini.

“Kalau kita baca keseluruhan Perppu tersebut saya pikir sudah tidak relevan lagi,” ujar Anggota Fraksi Gerindra Habiburokhman saat rapat dengar pendapat dengan Kapolri melalui teleconference, Selasa(31/3/2020).

Habiburokhman mengatakan, pasal yang masih bisa terapkan hanya Pasal 19 yang berisi penguasa darurat sipil berhak melarang orang keluar rumah.

Sementara, pasal lain dinilainya tidak relevan lagi karena saat ini sudah tidak ada institusinya.

“Bahkan banyak sekali institusi yang diatur di UU tersebut yang sekarang enggak ada. Seperti menteri pertama,” ucap Habiburokhman.

Diketahui, dalam pasal tiga Perppu nomor 23 tahun 1959 mengatur tentang penugasan keadaan darurat sipil atau militer. Presiden dan Panglima tertinggi dibantu oleh sejumlah pihak, di antaranya menteri pertama dan menteri keamanan/pertahanan.

Berikut bunyi pasal 3:

(1) Penguasaan tertinggi dalam keadaan bahaya dilakukan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang selaku penguasa Darurat Sipil Pusat/Penguasa Darurat Militer Pusat/Penguasa Perang Pusat.

(2) Dalam melakukan penguasaan keadaan darurat sipil/keadaan darurat militer/keadaan perang, Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang dibantu oleh suatu badan yang terdiri dari:

1.Menteri Pertama;

2.Menteri Keamanan/Pertahanan;

3.Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah;

4.Menteri Luar Negeri;

5.Kepala Staf Angkatan Darat;

6.Kepala Staf Angkatan Laut;

7.Kepala Staf Angkatan Udara;

8.Kepala Kepolisian Negara.

Anggota Dewan Pembina Gerindra itu menyinggung tiga syarat kumulatif darurat sipil. Pertama, keamanan dan ketertiban hukum di seluruh wilayah dan sebagian wilayah terancam pemberontakan, kerusuhan atau bencana alam. Kedua, bahaya perang, dan terakhir negara dalam bahaya.

Menurut Habiburokhman kondisi saat ini berbeda dengan syarat penerapan darurat sipil. “Saya pikir ini enggak seperti itu,” imbuhnya.

Gerindra menyarankan pemerintah menggunakan UU No.6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yang sudah dijalankan sebagian. Habiburokhman mengatakan paling relevan menggunakan UU tersebut misalnya dengan menerapkan karantina wilayah atau Pembatasan Sosial Skala Besar.

“Ya terserah pilihan karantina wilayah atau PSBB. Saya pikir dekat sekali dengan yang terjadi saat ini penyebaran corona,” katanya.

“Pak Kapolri tentu tidak punya kewenangan memutuskan, saya paham tapi pak Kapolri bisa sampaikan kepada pak Presiden,” pungkas Habiburokhman.

OASE

INFOGRAFIS

WARGANET

Trending