Ambang Batas Parlemen Naik Jadi 7%, Hanura: Perampokan Hak Rakyat


Ketua DPP Partai Hanura Inas Nasrullah Zubir , (Foto: Istimewa)

AKTUALITAS.ID – DPR sedang mengkaji kenaikan angka ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) dari yang saat ini 4% menjadi 7%. Partai Hanura menilai hal tersebut bentuk perampokan hak pribadi rakyat.

“Ambang batas parlemen menjadi 7% adalah bentuk perampokan secara brutal, dari hak milik pribadi rakyat!” ujar Wakil Ketua Dewan Penasihat Hanura Inas Nasrullah Zubir, saat dihubungi, Rabu (10/6/2020).

Inas mengatakan RUU Pemilu yang tengah dibahas DPR bertentangan dengan UUD 45. Dimana menurutnya, UUD 45 menyebutkan bahwa pemilu dilakukan secara langsung, bebas hingga adil.

“RUU Pemilu yang sedang digodok di DPR sekarang ini, berisi pasal-pasal yang bertentangan dengan UUD 45,” kata Inas.

“Ayat 1, pasal 22E, UUD 45 mengamanatkan bahwa Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali,” sambungnya.

Inas lantas menjelaskan makna adil dalam UUD 45. Menurutnya, adil berati setiap suara pemilih harus terwakilkan di DPR, bila suara pemilih hangus maka pemilu tidak lagi memenuhi syarat.

“Sedangkan adil memiliki makna hanya satu, yakni setiap suara pemilih milik rakyat Indonesia harus terwakili di DPR! Jika terdapat suara pemilih yang hangus akibat PT, maka pemilu tidak lagi memenuhi syarat konstitusi, yakni adil!” kata Inas.

Diketahui, Komisi II DPR RI akan merevisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Beberapa hal yang akan dikaji adalah soal angka ambang batas parlemen atau parliamentary threshold dari yang saat ini 4%, dinaikkan menjadi 7%.

Menurut Wakil Ketua Komisi II DPR, Saan Mustofa, ada beberapa alternatif besaran angka ambang batas parlemen yang diajukan dalam draf. Ambang batas parlemen atau parliamentary threshold adalah batas suara minimal partai politik dalam pemilihan umum untuk ikut dalam penentuan perolehan kursi di DPR.

“Kalau di draf-draf itu kita ada 3 alternatif ya. Alternatif pertama ada yang 7% dan berlaku nasional. Alternatif kedua 5% berlaku berjenjang, jadi (DPR) RI 5%, (DPRD) Provinsi-nya 4%, Kabupaten/Kota 3%. Alternatif ketiga tetap 4% tapi provinsi dan kabupaten/kota 0% seperti sekarang,” jelas Saan dalam perbincangan, Rabu (10/6/2020).

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>