Tidak Sesuai Permendikbud, LBH Jakarta Desak Anies Revisi Proses PPDB


Penerimaan Peserta Didik Baru

AKTUALITAS.ID – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta meminta Gubernur DKI Anies Baswedan merevisi aturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020-2021 di Jakarta karena dinilai tidak sesuai dengan Permendikbud No. 44 tahun 2009. LBH meminta proses penerimaan siswa baru dijadwal ulang.

“LBH Jakarta menghimbau kepada Gubernur Provinsi DKI Jakarta untuk memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta untuk mencabut atau setidak-tidaknya merevisi Keputusan Kepada Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nomor 501 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis (Juknis) Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020/2021 karena bertentangan dengan Peraturan Menteri Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan dan peraturan yang lebih tinggi lainnya. Selain itu juga menjadwal ulang proses proses penerimaan dengan aturan yang baru nantinya tersebut sebagai akibat dari aturan yang berlaku saat ini,” kata anggota LBH Jakarta Nelson dalam keterangan tertulis, Minggu (28/6/2020).

Nelson menyoroti aturan terkait zonasi usia yang menjadi prioritas dalam PPDB tahun ini. Padahal menurutnya, dalam Permendikbud yang menjadi prioritas adalah zonasi wilayah. Kemudian zonasi usia menjadi pertimbangan ketika jumlah kapasitas melebihi batas.

“Hal inilah yang memicu kekacauan karena pada akhirnya banyak yang tidak diterima di sekolah yang dekat dengan rumah dan kemungkinan besar akan diterima di sekolah yang jauh jaraknya dari rumah. Padahal prinsip dari Permendikbud 44/2019 adalah mendekatkan domisili peserta didik dengan sekolah (lihat Pasal 16). Faktor usia peserta didik yang lebih tua baru menjadi faktor yang dipertimbangkan ketika terdapat kesamaan jarak tinggal calon peserta didik dengan sekolah. Akibatnya nanti peserta didik akan bersekolah di tempat yang jauh dari rumah dan hal tersebut akan berdampak pada waktu yang dihabiskan di jalan dan ongkos sehari-hari yang memberatkan,” ujar Nelson.

Nelson juga menyoroti terkait aturan kuota minimum jalur zonasi yakni 40 persen. Menurutnya, angka itu lebih rendah dari Permendikbud 44/2019 yang mengatur 50 persen.

Kemudian, terkait tahapan PPDB DKI 2020 juga dinilai aneh. Menurut Nelson, sesuai Permendikbud, tahapan jalur prestasi dapat dibuka jika masih ada sisa kuota. Namun, di PPDB kali ini jalur prestasi dibuka lebih dulu dibanding jalur reguler.

“Mengenai prioritas tahapan. Dalam Permendikbud 44/2019, diatur bahwa untuk jalur zonasi, afirmasi dan perpindahan tugas orang tua terdapat kuota tertentu yang harus dipenuhi. Adapun untuk jalur prestasi, prinsipnya pemerintah daerah dapat membuka jika masih terdapat sisa kuota. Mengacu pada ketentuan tersebut, penentuan prioritas tahapan PPDB DKI 2020 menjadi aneh ketika pelaksanaan jalur prestasi non akademik (15 Juni) dilakukan mendahului jalur zonasi (25-25 Juni). Hal ini sekali lagi tidak sesuai dengan semangat sistem zonasi yang seharusnya diutamakan,” ucapnya.

Lebih lanjut, Nelson menyebut Pemprov DKI tidak memberikan ruang partisipasi dan informasi yang layak kepada orang tua murid dan peserta didik sebelum pelaksanaan kebijakan ini. Nelson menilai hal yang dilakukan Pemprov DKI itu tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).

“Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang menyebutkan masyarakat harus dijamin haknya untuk berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Ke depan, partisipasi dan penyampaian informasi yang layak wajib dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta demi kelancaran pelaksanaan dan kepentingan terbaik peserta didik,” ungkapnya.

Selain itu, Nelson menyebut persebaran sekolah yang tidak merata dan infrastruktur yang tidak memadai juga menjadi salah satu faktor munculnya problem dalam penerapan sistem zonasi. Untuk itu, Nelson berharap pemerintah juga harus memastikan ada pemerataan kuantitas, kualitas, sarana dan prasarana hingga tenaga pengajar di sekolah-sekolah.

“Tanpa disertai upaya ini, tujuan sistem zonasi menciptakan pemerataan pendidikan mustahil tercapai. Peserta didik dan orang tua murid juga akan merasa sistem tidak adil. Upaya untuk menjamin ketersediaan sarana dan prasarana yang layak, mudah diakses, terjangkau dan tidak diskriminatif sejatinya adalah tanggung jawab pemerintah berdasarkan Pasal 30 UUD 1945 dan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,” tuturnya.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>