Berita
Demokrat Nilai Pengesahan RUU Cipta Kerja Sesat dan Cacat Prosedur
AKTUALITAS.ID – Anggota DPR Fraksi Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin menilai, pengesahan RUU Cipta Kerja sesat dan cacat prosedur. Sebab, tidak ada naskah RUU Cipta Kerja yang diserahkan kepada anggota DPR saat rapat paripurna. “Sudah tiga periode saya jadi anggota DPR RI. Baru kali ini saya punya pengalaman yang tidak terduga. Pimpinan DPR telah mengesahkan […]

AKTUALITAS.ID – Anggota DPR Fraksi Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin menilai, pengesahan RUU Cipta Kerja sesat dan cacat prosedur. Sebab, tidak ada naskah RUU Cipta Kerja yang diserahkan kepada anggota DPR saat rapat paripurna.
“Sudah tiga periode saya jadi anggota DPR RI. Baru kali ini saya punya pengalaman yang tidak terduga. Pimpinan DPR telah mengesahkan RUU yang sesat dan cacat prosedur. Tidak ada selembar pun naskah RUU terkait Ciptaker yang dibagikan saat rapat paripurna tanggal 5 Oktober 2020 tersebut,” katanya kepada wartawan, Kamis (8/10/2020).
“Jadi pertanyaannya, sesungguhnya RUU apa yang telah diketok palu kemarin tanggal 5 Oktober 2020 itu?” sambungnya.
Didi mengatakan, sebelum disahkan dalam rapat paripurna seharusnya RUU itu diserahkan kepada anggota supaya dapat dibaca. Semua yang hadir dalam rapat paripurna seharusnya menerima draf RUU Cipta kerja.
“Padahal kami kemarin hadir pada forum rapat tertinggi DPR. Dalam forum rapat tertinggi ini, adalah wajib semua yang hadir diberikan naskah RUU tersebut. Jangankan yang hadir secara fisik, yang hadir secara virtual pun harus diberikan,” ucapnya.
Jika dibandingkan dengan rapat komisi dan badan di DPR, anggota mendapatkan draf beberapa sebelumnya. Didi mempertanyakan mengapa RUU Cipta Kerja berbeda.
“Kenapa justru RUU Omnibus Law Ciptaker yang berdampak luas pada kehidupan kaum buruh, UMKM, lingkungan hidup dll tidak tampak naskah RUUnya sama sekali? Sungguh ironis RUU Ciptaker yang begitu sangat penting. Tidak selembar pun ada di meja kami,” kata dia.
Didi juga mengungkap kejanggalan rapat paripurna yang digelar dadakan. Undangan rapat diberikan beberapa jam sebelum digelar. Padahal seharusnya rapat paripurna penutupan masa sidang digelar pada 8 Oktober, bukan 5 Oktober.
“Inilah undangan rapat yang telah memecahkan rekor undangan secepat kilat. Ada apa gerangan ini? Sungguh tidak etis untuk sebuah RUU sepenting dan krusial ini,” kata dia.
Rapat paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja terkesan terburu-buru dan dipaksakan. Jika penyebaran Covid-19 menjadi alasan pimpinan, menurut Didi, seharusnya ditunda bukan dilanjutkan
“Maka justru karena hal itu, khusus terkait RUU Ciptaker yang sangat penting dan krusial ini mutlak haruslah ditunda dulu. Tidak boleh dibawa ke forum tertinggi Paripurna dengan terburu-buru dan tergesa-gesa. Agar tercapai keputusan yang bijaksana, aspiratif dan memberi solusi yang terbaik bagi anak bangsa,” pungkasnya.
-
EKBIS01/07/2025 08:30 WIB
Dompet Makin Tipis! Harga Pertamax Cs Resmi Naik di SPBU Pertamina Mulai Hari Ini
-
RAGAM01/07/2025 16:00 WIB
Penyanyi Dangdut Senior Hamdan ATT Tutup Usia
-
POLITIK01/07/2025 11:00 WIB
Pemilu Nasional vs Lokal: DPR & Pemerintah Mulai Cari Solusi Setelah Putusan MK
-
OLAHRAGA01/07/2025 16:30 WIB
Indonesia Lolos Langsung ke Piala Asia U-17 2026
-
EKBIS01/07/2025 14:30 WIB
Juni 2025, Ekonomi RI Alami Inflasi 0,19 Persen
-
POLITIK01/07/2025 07:00 WIB
Partai NasDem: Putusan MK Soal Pemilu adalah Pencurian Kedaulatan Rakyat
-
EKBIS01/07/2025 10:30 WIB
Kabar Baik dari Pasar Uang: Rupiah Makin Perkasa Lawan Dolar AS Hari Ini
-
POLITIK01/07/2025 15:30 WIB
DPR Ingatkan Kekuatan Polri Ada Pada Kepercayaan Rakyat