Politikus Golkar Sarankan Desmond Baca Lengkap UU Cipta Kerja


Anggota Baleg Fraksi Golkar, Firman Soebagyo, Foto: fraksigolkar.or.id

AKTUALITAS.ID – Politikus Gerindra, Desmond J Mahesa, menilai UU Cipta Kerja bakal mendatangkan investor tidak waras. Investor ini merupakan perusahaan pindahan dari China yang pabriknya merusak ekosistem karena melakukan produksi melewati batas.

Anggota Baleg Fraksi Golkar, Firman Soebagyo, membantah pernyataan tersebut. Dia menyarankan Desmond supaya membaca lengkap UU Cipta Kerja itu.

“Suruh baca UU-nya dulu secara lengkap,” kata Firman melalui pesan singkat, Rabu (14/10/2020).

Firman menduga Desmond belum membaca lengkap isi UU Cipta Kerja. Dia heran padahal Ketua Baleg dan Ketua Panja UU Cipta Kerja merupakan rekan Desmond di Gerindra.

“Mungkin Pak Desmond belum sempat baca. Kan ketua Panjanya Pak Supratman satu fraksi, ketua Baleg,” ucapnya.

Diberitakan, Sekretaris Fraksi Partai Gerindra, Desmond J Mahesa menilai, Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja bertujuan untuk menampung perusahaan asing masuk ke Indonesia. Menurutnya, tidak serta merta investasi dari asing itu mendatangkan insentif bagi Indonesia.

Justru, kata dia, investasi tersebut akan berujung pada kerugian besar. Apabila pemerintah tidak memiliki strategi jitu dalam menghadapi investor asing tersebut.

“Padahal kalau yang diundang itu adalah investor yang ‘waras’, maka yang dibutuhkan adalah stabilitas politik, pemerintahan yang transparan dan bersih dari praktik pungli dan korupsi, serta tenaga kerja yang produktif dan terampil. Tidak masalah jika mereka harus membayar sedikit lebih mahal untuk masuk ke sini,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Selasa (13/10).

“Tapi karena hal itu tidak bisa diwujudkan maka yang dilakukan adalah jalan pintas melalui (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang memberikan karpet merah bagi investor tapi bukan investor waras melainkan investor bermasalah yang bakal merugikan bangsa Indonesia dalam jangka panjangnya. Apakah ini yang memang dikehendaki oleh pemerintah yang sekarang berkuasa?” imbuhnya.

Desmond menuturkan, perusahaan yang disebut tidak waras tersebut milik Amerika Serikat yang sebelumnya berkantor di China. Dia bilang, pada awal tahun 80-an, Amerika mengalami dampak daripada maraknya limbah industri, polusi dan kerusakan lingkungan bahkan penyakit kanker yang mulai akrab dengan rakyatnya. Hal itu akibat daripada aktivitas pabrik-pabrik yang telah melampaui batas produksi sehingga mencemari ekosistem yang ada.

Kemudian, pemerintah AS berinisiatif untuk memindahkan lokasi pabrik-pabrik tersebut ke China. China pun dengan senang hati menerima investor dari Amerika tapi tidak serta merta begitu saja. China memiliki tujuan yaitu menguasai teknologi mutakhir baik software dan hardware maupun barang yang berkualitas super hingga abal. Setelah menguasai itu semua, China dengan insiatif meminta pabrik-pabrik itu pindah dari negaranya.

“Pabrik-pabrik ‘buangan’ inilah yang coba diperebutkan India, Vietnam, Indonesia lewat Omnibus Law-nya, termasuk negara-negara yang sedang putus asa lainnya. Indonesia sebagai salah satu negara yang memperebutkan peluang itu membuka dirinya lebar-lebar tanpa memikirkan resiko besar daripada dampak negatifnya,” ucapnya.

“Di sini investor bermasalah itu diberikan karpet merah melalui Omnibus Law Cipta kerja karena kemudahan-kemudahan yang bakal mereka terima,” jelas Wakil Ketua Komisi III DPR ini.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>