Paus Fransiskus Sebut Etnis Uighur sebagai Orang Teraniaya di Dunia


Paus Fransiskus REUTERS/Yara Nardi

Paus Fransiskus untuk pertama kalinya secara terbuka menyebut etnis minoritas Uighur masuk dalam daftar orang-orang yang teraniaya di dunia.

Komentar tersebut memecah kebungkamannya atas tindak pelanggaran hak asasi manusia yang meluas di wilayah Xinjiang barat, China.

“Saya sering berpikir tentang orang-orang yang teraniaya: Rohingya, Uighur yang malang, Yazidi -apa yang ISIS lakukan kepada mereka benar-benar kejam- atau orang Kristen di Mesir dan Pakistan dibunuh oleh bom yang meledak saat mereka berdoa di gereja,” kata Paus dalam buku terbarunya, “Let Us Dream: The Path to A Better Future” yang diterbitkan pada Senin (23/11).

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengatakan sebanyak dua juta orang Uighur, yang sebagian besar Muslim, dan kelompok minoritas lainnya telah dibawa ke pusat-pusat penahanan besar di Xinjiang. Para tahanan di sana digambarkan mengalami indoktrinasi, pelecehan fisik, dan sterilisasi.
Lihat juga: Biden dan Konflik AS-China, Uighur hingga Laut China Selatan

Tapi Beijing menegaskan kamp-kamp itu adalah pusat pelatihan kejuruan yang dibangun untuk mengatasi ancaman ekstremisme agama dan menyangkal tuduhan pelanggaran HAM yang meluas di Xinjiang.

Dilansir CNN, Paus tidak merinci lebih lanjut tentang masalah yang berkaitan dengan Uighur dalam bukunya, tapi dia buka suara mengenai kelompok teraniaya lainnya seperti Rohingya secara lebih rinci.

Buku tersebut merupakan refleksi luas tentang visi Paus Fransiskus mengenai dunia pasca virus corona, ditulis bersama penulis biografi kepausan Austen Ivereigh selama musim panas 2020.

Dalam jumpa pers pada Selasa (24/11), Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mengatakan ucapan Paus Fransiskus mengenai Uighur yang masuk dalam daftar orang-orang teraniaya adalah “sama sekali tidak berdasar”.

“Ada 56 kelompok etnis di China, dan kelompok etnis Uighur adalah anggota yang setara dengan keluarga besar bangsa China. Pemerintah China selalu memperlakukan (semua) kelompok minoritas secara setara dan melindungi hak dan kepentingan mereka yang sah,” ujarnya.

Baru-baru ini, Vatikan memperpanjang perjanjian kontroversial dengan Beijing atas pengangkatan uskup di daratan China.

Beijing sudah sejak lama bersikeras untuk membuat keputusan akhir tentang semua pengangkatan uskup di China, tapi perjanjian 2018 mengakhiri ketegangan antara kedua belah pihak selama puluhan tahun yang memutuskan hubungan diplomatik formal pada 1951.

Detail perjanjian tersebut tidak pernah dipublikasikan dan menuai kritik oleh beberapa orang, termasuk Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>