Connect with us

Berita

Agar Pasal UU ITE Tidak Multitafsir, PDIP Sebut Butuh Pedoman Penafsiran

AKTUALITAS.ID – Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDI Perjuangan TB Hasanuddin mengakui ada dua pasal yang menjadi perdebatan dalam UU Informasi dan Teknologi Elektronik (UU ITE). Yaitu Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2. Menurutnya, permasalahan multitafsir pasal tersebut bisa diminimalisir apabila dibuat pedoman penafsiran secara komprehensif. “Multitafsir atau penafsiran berbeda dapat […]

Published

pada

AKTUALITAS.ID – Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDI Perjuangan TB Hasanuddin mengakui ada dua pasal yang menjadi perdebatan dalam UU Informasi dan Teknologi Elektronik (UU ITE). Yaitu Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2. Menurutnya, permasalahan multitafsir pasal tersebut bisa diminimalisir apabila dibuat pedoman penafsiran secara komprehensif.

“Multitafsir atau penafsiran berbeda dapat diminimalisir dengan membuat pedoman tentang penafsiran hukum kedua pasal ini secara komprehensif,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (16/2/2021).

Pasal 27 ayat 3 mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik. Pasal ini yang kerap dinilai sebagai pasal karet. Namun, Menurut Hasanuddin pasal tersebut sudah mengacu dan sesuai Pasal 310 dan 311 KUHP.

“Pasal 27 ayat 3 ini acuannya KUHP Pasal 310 dan 311 tentang pencemaran nama baik dan menista orang lain baik secara lisan maupun tulisan,” ucapnya.

Lalu, Pasal 28 ayat 2 terkait menyiarkan kebencian pada orang atau kelompok berdasarkan SARA. Hasanuddin mengatakan, penegak hukum harus memahami dua pasal ini agar tidak salah penerapannya.

“Kedua pasal ini, Pasal 27 dan Pasal 28 harus dipahami oleh para penegak hukum agar tak salah dalam penerapannya. Apalagi pasal 27 itu sifatnya delik aduan, mereka yang merasa dirugikan dapat melapor dan pelapornya harus yang bersangkutan bukan orang lain,” kata dia.

Hasanuddin berpendapat, penerapan Pasal 27 ayat 2 harus bisa dibedakan antara kritik dengan ujaran kebencian dan penghinaan. Penegak hukum harus bisa memahami itu.

“Kalau dicampuradukan antara kritik dan ujaran kebencian, maka saya rasa hukum di negara ini sudah tak sehat lagi,” ucapnya.

Penerapan Pasal 28 ayat 3 juga harus hati-hati diterapkan dan selektif karena penting untuk menjaga keutuhan NKRI.

Namun, Hasanuddin membantah dua pasal kontroversial itu disebut pasal karet. Menurutnya, tak ada pasal karet tapi bagaimana para penegak hukum memahaminya ditambah dengan menggunakan hati nurani. Dua pasal itu juga pernah diuji di Mahkamah Konstitusi dan hasilnya tidak ada masalah.

“Dapat dibayangkan bagaimana negeri ini akan kacau kalau bila rakyatnya dibebaskan saling menghujat, saling membuka aib dan saling mengungkapkan kebencian secara bebas dan vulgar. Termasuk menyebarkan kebencian karena SARA, padahal negeri ini kan negeri yang berkarakter pluralisme yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945,” kata Hasanuddin.

Hasanuddin juga membuka peluang jika pemerintah meminta revisi UU ITE. Salah satu yang diperlukan adalah membuat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal dalam UU ITE.

“Kami di DPR terbuka, bila memang harus direvisi mari bersama kita revisi demi rasa keadilan dan demi tetap utuhnya NKRI,” ujarnya.

“Saya juga mengajak kepada seluruh anak bangsa, marilah kita sebagai warga negara, bijak lah dalam menggunakan media sosial. Kritik membangun sah sah saja dan dilindungi UU, tapi jangan mencampuradukan kritik dengan ujaran kebencian apalagi penghinaan yang berujung laporan kepada polisi,” tandasnya.

Trending

Exit mobile version