Polisi Inggris Selidiki Ibu Negara Suriah yang Diduga Lakukan Kejahatan Perang


Asma al-Assad bersama sang suami Presiden Bashar al-Assad (AFP)

Kepolisian Metropolitan London, Inggris menyelidiki dugaan kejahatan perang yang diduga dilakukan Ibu Negara Suriah, Asma al-Assad.

Asma dituduh ikut menghasut dan mendorong aksi teror pasukan pemerintah Suriah selama perang saudara yang sudah berkecamuk selama satu dasawarsa di negara itu.

Seorang juru bicara kepolisian Metropolitan Inggris mengatakan, pihaknya menerima rujukan kasus ini tahun lalu.

“Kami dapat mengonfirmasi bahwa unit kejahatan perang Metropolitan menerima rujukan pada 31 Juli 2020 terkait dengan konflik Suriah yang sedang berlangsung. Rujukan tersebut sedang dalam proses penilaian oleh petugas dari unit kejahatan perang,” jelasnya, seperti dikutip dari Middle East Eye, Senin (15/3).

Unit kejahatan perang polisi Metropolitan membuka kasus tersebut setelah Guernica 37, sebuah firma hukum internasional yang berbasis di London, menyerahkan berkas yang merinci peran Asma untuk Angkatan Bersenjata Suriah.
Lihat juga: Presiden Suriah Bashar al-Assad dan Istri Positif Covid-19

Kepala Guernica 37, Toby Cadman, mengatakan dia yakin ada bukti kuat untuk menuntut Asma dalam kasus itu.

“Tim hukum kami di Guernica 37 aktif menyelidiki kasus ini selama beberapa bulan dan sebagai hasilnya (kami) telah mengajukan dua komunikasi rahasia dengan Komando Penanggulangan Terorisme (SO15) kepolisian Metropolitan,” kata Toby.

Hal tersebut dinilai penting lantaran mendekati peringatan sepuluh tahun perang saudara di Suriah.

“Ada proses efektif yang bertujuan untuk memastikan mereka yang bertanggung jawab dimintai pertanggungjawaban,” imbuh Cadman.

Dalam pernyataannya, Guernica 37 menuduh Asma menghasut kejahatan perang terhadap penduduk sipil, sebagai bagian dari kampanye propaganda pemerintah Suriah. Jika terbukti, maka Asma juga terancam kehilangan hak kewarganegaraan Inggris yang dia miliki.

“Mirip dengan penyangkalan genosida, untuk menghapus kejahatan pemerintah,” terangnya.

“Kampanye semacam itu telah menimbulkan efek korosif dan destabilisasi yang menghancurkan di Suriah dan mengakibatkan konflik berkepanjangan selama bertahun-tahun,” demikian isi pernyataan itu.

“Setiap pencabutan kewarganegaraan hanya boleh dilakukan setelah menghadapi persidangan di hadapan Pengadilan Inggris, yang mana prosesnya akan independen dan tidak memihak dan hanya akan melihat bukti terlepas dari pertimbangan politik apa pun.”

Jika dituntut, Asma akan bergabung dengan sejumlah tokoh yang terkenal dengan kediktatorannya di Inggris. Seperti, mantan presiden junta militer Chili Jenderal Augusto Pinochet dan mantan presiden Liberia, Charles Taylor.

Meski demikian, Asma diperkirakan tidak akan memenuhi panggilan pengadilan Inggris.

Asma adalah perempuan blasteran karena orang tuanya berasal dari Suriah dan Inggris. Ia kemudian menempuh pendidikan di King’s College London, lalu pindah ke Suriah setelah menikah dengan Bashar al-Assad yang mulanya merupakan seorang dokter mata pada 2000 silam.

Ibu tiga anak itu juga disebut gemar hidup bermewah-mewahan sejak sang suami menjabat sebagai presiden. Dia juga dilaporkan mengidap kanker.

Meski begitu, kini ia menghadapi kemungkinan tuntutan hukum dan hilangnya kewarganegaraan Inggris jika dia terbukti bersalah.

Asma menyampaikan pidato berisi dukungan untuk Angkatan Bersenjata Suriah, yang selama lebih dari satu dasawarsa terlibat perang sipil, supaya tidak segan menargetkan wilayah sipil, termasuk rumah sakit dan sekolah, dengan bom dan artileri berat.

Para pegiat mengatakan penggunaan kekuatan itu merupakan pelanggaran hukum internasional dan nasional, termasuk di Inggris.

Lebih dari 500 ribu orang tewas dalam konflik di Suriah, dan diperkirakan 12 juta orang telah mengungsi.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>