Usai KTT ASEAN, Aparat Myanmar Masih Serang Warga Sipil


Aksi kekerasan yang dilakukan oleh Angkatan Bersenjata Myanmar (Tatmadaw) terhadap warga sipil terus terjadi setelah pertemuan tinggi para pemimpin Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) digelar pada 24 April lalu.

Menurut lembaga Perhimpunan Bantuan untuk Tahanan Politik Myanmar (AAPP) yang dikutip Myanmar Now, Jumat (30/4), kekerasan militer terhadap warga sipil terjadi bahkan di hari kegiatan KTT ASEAN.

“Pada malam hari setelah pertemuan, tentara junta terus melakukan kekerasan terhadap warga sipil, termasuk kepada perempuan secara terang-terangan,” demikian isi pernyataan AAPP.

Pada hari KTT ASEAN, seorang pemuda ditembak mati oleh polisi berpakaian bebas. Sedangkan seorang perempuan di wilayah Myaung Mya-Region Sagaing, meninggal di tahanan diduga akibat disiksa.

Selain itu, aparat keamanan juga menembaki wilayah pemukiman hingga menewaskan penduduk sipil juga dilaporkan terjadi di Yzagyo-Region Magway, Kawthaung-Region Tanintharyi, dan Kota Insein.

Aparat keamanan Myanmar juga dilaporkan menembaki wilayah pemukiman di Kota Demoso, Negara Bagian Kayah, hingga menewaskan seorang pedagang nasi goreng.

Sementara itu, seorang perempuan di Kota Phaya Thone Su, Negara Bagian Kayin, cedera akibat ditembak dan sepeda motor yang dikendarainya ditabrak mobil polisi. Saat itu dia tengah mengikuti demo menentang kudeta dengan pawai sepeda motor.

Menurut penduduk di Kota Yangon, aparat keamanan setiap malam patroli ke seluruh wilayah pemukiman untuk menghalangi penduduk melakukan protes dengan cara membuat keriuhan dengan memukul-mukul peralatan dapur.

“Mereka patroli ke wilayah kami setiap malam dan mengancam siapa saja yang nekat memukul-mukul peralatan masak. Polisi juga secara sengaja menyerang rumah warga dengan ketapel secara acak dan memaki warga dengan kata-kata kotor,” kata seorang penduduk Yangon yang enggan ditulis namanya.

Jika ada warga, terutama perempuan, yang tertangkap berdemo dengan memukul peralatan masak, mereka akan diseret ke tengah jalan dan dikelilingi aparat, lalu diperintahkan untuk tetap melakukan aksinya sambil berjoget. Jika berhenti, aparat keamanan akan memaki dan melempari para perempuan itu dengan batu.

Aparat keamanan Myanmar juga tidak segan mengolok-olok penduduk yang merupakan transgender ketika terpaksa keluar rumah, meski dia tidak melakukan apapun. Selain itu, seluruh warga sipil yang melintas di jalan juga dimaki-maki hingga diinterogasi singkat soal identitas dan tujuan mereka.

“Kadang mereka melempari warga yang lewat dengan batu atau dihina dengan kata-kata kasar. Namun, kami akan tetap berunjuk rasa dan bertekad tidak mau dipimpin oleh orang-orang seperti ini,” kata seorang penduduk Yangon yang enggan ditulis namanya.

Dalam KTT itu, 10 negara ASEAN-termasuk Myanmar yang diwakilkan langsung oleh pemimpin junta militer-sepakat menetapkan lima poin konsensus terkait krisis di negara tersebut.

Pertama, kekerasan harus segera dihentikan di Myanmar dan semua pihak harus menahan diri sepenuhnya.

Kedua, segera mulai dialog konstruktif antara semua pihak terkait untuk mencari solusi damai demi kepentingan rakyat. Ketiga, utusan khusus Ketua ASEAN akan memfasilitasi mediasi proses dialog dengan bantuan Sekretaris Jenderal ASEAN.

Keempat, ASEAN akan memberikan bantuan kemanusiaan melalui AHA Centre. Kelima, utusan khusus dan delegasi akan mengunjungi Myanmar untuk bertemu semua pihak terkait.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>