Tak Cukup Bukti, Dewas KPK: Firli Cs Lolos Sidang Etik


Ketua KPK, Firli Bahuri, foto/ist

AKTUALITAS.ID – Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan laporan dugaan pelanggaran kode etik terhadap Firli Bahuri Cs yang dilayangkan 75 pegawai tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) tidak cukup bukti sehingga tidak dilanjutkan ke persidangan etik.

Demikian disampaikan Dewas KPK dalam jumpa pers secara daring, Jumat (23/7/2021).

“Dewan Pengawas secara musyawarah dan mufakat berkesimpulan seluruh dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku yang dilakukan oleh pimpinan KPK sebagaimana yang saudara sampaikan dalam surat pengaduan kepada Dewan Pengawas, tidak cukup bukti sehingga tidak memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke sidang etik,” ujar Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, Jumat (23/7).

Dalam proses ini, Dewas KPK telah melakukan klarifikasi dengan meminta keterangan sejumlah pihak antara lain lima pimpinan KPK selaku terlapor; Yudi Purnomo, Abdan Syakuro, dan Nita Adi Pangestuti selaku pelapor; Cahya Harefa, Ahmad Burhanuddin, dan Chandra Sulistio Reksoprodjo selaku pihak internal KPK.

Kemudian pihak eksternal ialah Wakiran dan Juli Leli Kurniati (BKN); Aba Subagja dan Diah Ipma Fithria (Kemenpan-RB); serta Unan Pribadi (Kemenkumham).

Selain itu, Dewas KPK juga mengumpulkan 42 dokumen dan rekaman. Hasilnya, sebanyak tujuh materi pokok aduan pelapor ditepis Dewas KPK.

Berdasarkan hasil telaah terhadap keterangan saksi, terlapor, dan data-data tersebut, Dewas KPK menemukan sejumlah fakta. Satu di antaranya terkait penambahan Pasal mengenai asesmen TWK dalam Perkom Nomor 1 Tahun 2021.

Menurut Dewas, tudingan pelapor terhadap Firli terkait penyelundupan Pasal TWK tidak terbukti.

Dewas menerangkan penyusunan Perkom tersebut disusun melalui pembahasan bersama dengan seluruh pimpinan KPK dan pejabat struktural yang rumusannya disusun oleh Biro Hukum bersama-sama dengan Biro SDM.

Adapun ketentuan TWK telah tercantum dalam Pasal 5 ayat 4 draf Perkom 1/2021 yang dikirim Sekjen dan disetujui oleh seluruh pimpinan secara kolektif kolegial.

Ketentuan mengenai TWK merupakan masukan dari BKN yang pertama kali disampaikan dalam rapat 9 Oktober 2020, dan dalam rapat harmonisasi Kemenpan-RB dan BKN yang meminta tetap ada asesmen wawasan kebangsaan untuk mengukur syarat pengalihan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Yaitu, mengenai setia kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan pemerintahan yang sah, serta tidak setuju pemenuhan syarat tersebut hanya dengan menandatangani surat pernyataan saja.

“Sehingga tidak benar dugaan Pasal Tes Wawasan Kebangsaan merupakan Pasal yang ditambahkan oleh saudara Firli Bahuri dalam rapat tanggal 25 Januari 2021,” kata Tumpak.

Dewas menilai Firli juga tidak terbukti menghadiri rapat harmonisasi draf Perkom seorang diri di Kemenkumham. Ia, terang Dewas, juga ditemani oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dan Sekretaris Jenderal KPK Cahya Harefa.

Lebih lanjut, Dewas menyimpulkan bahwa pimpinan KPK tidak terbukti menyembunyikan informasi mengenai konsekuensi TWK. Sebab, konsekuensi tersebut tidak diatur dalam Perkom 1/2021.

Hanya saja, pegawai KPK untuk dapat diangkat sebagai ASN harus memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) Perkom 1/2021 yang menyatakan setia kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan pemerintahan yang sah melalui alat ukur TWK yang bekerja sama dengan BKN.

“Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku sebagaimana dilaporkan melanggar Nilai Integritas Pasal 4 ayat (1) huruf a Perdewas Nomor 02 Tahun 2020, tidak cukup bukti,” tambah Tumpak.

Adapun Dewas tidak menganggap Surat Keputusan (SK) pimpinan KPK Nomor 652 tanggal 7 Mei 2021 tentang penonaktifan 75 pegawai tidak lolos TWK sebagai sebuah persoalan.

Menurut Dewas, SK tersebut tidak berarti bahwa pimpinan KPK mengabaikan putusan MK Nomor: 70/PUU-XVII/2019 tanggal 04 Mei 2021 di mana MK meminta proses peralihan status tak boleh merugikan hak setiap pegawai.

“Tidak benar dugaan pimpinan KPK tidak mengindahkan putusan MK Nomor: 70/PUU-XVII/2019 tanggal 04 Mei 2021 dan terdapat kekeliruan dalam penandatangan SK Nomor 652 Tahun 2021,” ucap Dewas.

Sebelumnya, Firli diadukan ke Dewas KPK oleh 75 pegawai tak lolos TWK pada Mei lalu. Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal KPK nonaktif, Hotman Tambunan, menuturkan ada tiga hal yang melatarbelakangi laporan tersebut.

Pertama, pimpinan KPK tidak jujur saat sosialisasi TWK. Kedua, pertanyaan diskriminasi, seksis dan bermuatan pelecehan terhadap perempuan dalam TWK.

Poin terakhir terkait kesewenang-wenangan pimpinan KPK karena menonaktifkan 75 pegawai yang tidak lolos TWK.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>