Raja Malaysia Tak Pernah Berikan Persetujuan untuk Mencabut Status Darurat Covid-19


Yang di-Pertuan Agong ke-16 Malaysia Sultan Abdullah Ri'ayatuddin. Instagram/@imanabdullah

Raja Malaysia Sultan Abdullah Ri’ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah menyatakan tidak pernah memberikan persetujuan untuk mencabut status darurat Covid-19 pada 1 Agustus mendatang.

Hal itu disampaikan oleh pengawas keuangan Istana Ahmad Fadil Shamsuddin, dalam pernyataan resminya, Kamis (29/7).

Pernyataan Istana muncul usai Menteri Hukum Takiyiddin Hassan mengumumkan status darurat yang berakhir 1 Agustus tidak akan diperpanjang.

Takiyiddin juga mengatakan enam peraturan darurat yang diperkenalkan selama pandemi, serta status darurat sejak 12 Januari telah dicabut dan dibatalkan oleh pemerintah pada 21 Juli, setelah rapat Kabinet di hari yang sama.

“Yang Mulia sangat sedih dengan pernyataan yang dibuat di parlemen pada 26 Juli yang menyebut pemerintah telah mencabut status darurat yang dicanangkan Yang Mulia, sementara pencabutan itu belum disetujui,” ujarnya dikutip dari Channel News Asia.

“Yang Mulia menekankan bahwa pernyataan menteri di parlemen pada 26 Juli tak akurat dan menyesatkan anggota parlemen.”

Raja menilai pencabutan yang terburu-buru dan pernyataan yang menyesatkan di parlemen tak menghormati supremasi hukum sebagaimana tercantum dalam Rukun Negara.

Meskipun Raja harus bertindak sesuai saran kabinet, sebagai kepala negara dia memiliki tanggung jawab untuk memberi nasihat atas tindakan yang inkonstitusional oleh pihak manapun, terutama mereka yang melaksanakan fungsi dan kekuasaan raja, kata pernyataan itu.

Politisi oposisi menyangsikan pernyataan Takiyiddin dan mempertanyakan izin dari Raja mengenai pencabutan itu. Namun ia hanya mengatakan akan menjawab pertanyaan tersebut Senin pekan depan.

Pertemuan parlemen khusus yang sudah dimulai sejak Senin (26/7) lalu adalah untuk mencari solusi bagi parlemen terkait hal-hal penting di tengah pandemi Covid-19.

Pertemuan itu merupakan pertama kali para anggota parlemen berkumpul di Dewan Rakyat usai keadaan darurat diumumkan Januari lalu.

Selama pertemuan, Perdana Menteri Muhyiddin Yassin dan menteri lain akan memberikan pengarahan kepada anggota parlemen mengenai tanggapan dan rencana pemulihan Covid-19.

Setelah Muhyiddin menyampaikan informasi, anggota parlemen bisa meminta klarifikasi dan memberikan pandangannya.

Belakangan ini politik di Malaysia sedang bergejolak. Mulai dari partai terbesar di Malaysia, Melayu Bersatu (UMNO) menarik diri dari kabinet, dan aksi protes bermunculan yang menuntut perdana menteri mundur lantaran dianggap tak becus tangani Covid-19.

Malaysia kini tengah menghadapi lonjakan kasus Covid-19. Meskipun sejak 1 Juni Muhyiddin menetapkan penguncian wilayah, namun aturan itu tak berdampak pada landainya kurva kasus harian dan kematian.

Hingga kini, secara kumulatif kasus di Malaysia mencapai 1.61 juta kasus dengan angka kematian 8.551 jiwa.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>