Bulan Muharram Menjadi Toleransi Kepada Non-Muslim.


Empat bulan Haram menjadi bulan toleransi umat Islam kepada kaum kafir. Mereka kaum muslimin dilarang berperang dan itu telah menjadi tradisi dalam kabilah-kabilah Arab sejak zaman dahulu.

“Dan tradisi itu tidak diutik-utik oleh Islam,” tulis Buya Hamka dalam tafsirnya Al-Azhar.
Buya Hamka menuliskan bawah bulan empat dan tidak boleh berperang itu ialah bulan Dzulqa’idah, Dzulhijjah, Muharram dan bulan Rejab. Tetapi khusus di dalam ayat-ayat ini, yang dimaksud ialah empat bulansejak 10 Dzulhijjah sampai 10 Rabi’ul Akhir itu. 


“Dalam masa empat bulan kaum musyrikin diberi kebebasan berjalan ke mana-mana,” katanya.

Mereka diizinkan masuk negeri Madinah dan negeri mana saja. Mereka berfikir untuk memeluk Agama Islam. Lepas empat bulan mereka sudah harus menentukan sikap. 
“Dan pihak Islam pun sudah nyata pula sikapnya sebagaimana tersebut di dalam ayat 5 At-Taubah ini,” tulis Buya Hamka.


Maka sikap keras yang bersifat Ultimatum itu diiringi dengan penjelasan yang lunak. “Maka jika mereka taubat dan mereka dirikan sembahyang dan mereka keluarkan zakat, maka berikanlah jalan mereka.”

Di sini, kata Buya Hamka ditegaskan bahwa kalau mereka telah menyatakan taubat, tidak lagi mempercayai dan menyembah berhala, lalu mereka ucapkan sebagai pengakuan: 
“Asyhadu alla llaha lllallah; wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah.”

Dan mereka buktikan pengakuan itu dengan mendirikan sembah yang dan mengeluarkan zakat, berikanlah mereka jalan. Artinya karena sikap yang demikian, mereka tidak akan diperangi lagi, tidak akan ditawan, dikepung dan diintai lagi.

Inilah kata Buya Hamka satu perbincangan yang tegas dalam kalangan Ahli Fiqh Islam yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat saja belumlah cukup kalau belum diikuti dengan sembahyang. Dan walaupun telah mendirikan sembah yang, mana yang telah memenuhi syarat zakat, yaitu harta yang lebih satu nishab dan telah sampai tahunnya, hendaklah dilakukan pula.

“Sehingga walaupun telah mendirikan sembahyang, tetapi tidak mau membayar zakat, sama juga artinya dengan belum Islam,” katanya.

Ini sebabnya maka setelah Saiyidina Abu Bakar menjadi Khalifah Rasulullah, beliau mengambil sikap tegas memerangi Malik bin Nuwairah yang tidak mau membayarkan zakat.
 
 

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>