Berdzikir, Wajib atau Anjuran?


Ilustrasi

Umat Islam sudah sangat mengenal istilah dzikir, sebab amalan ibadah ini sangat sering dilakukan. Sebenarnya, membaca dzikir itu wajib ataukah hanya anjuran?

KH Ali Mustafa Yaqub dalam buku Fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal menjelaskan, kata wajib dalam terminologi agama terbagi menjadi dua. Pertama, wajib syar’i, yakni kewajiban yang dalil dan ketentuannya telah ditetapkan secara pasti oleh agama.

Atau, seperti biasa didefinisikan dalam ilmu fikih, yaitu perbuatan yang dikerjakan berbuah pahala dan jika ditinggalkan berbuah dosa. Kedua, wajib syarthi, yakni kewajiban yang dilakukan karena loyalitas atau perjanjian seseorang pada orang lain. Misalnya, loyalitas atau janji seorang murid pada gurunya.

Meninggalkan wajib syar’i hukumnya berdosa, sedangkan orang yang meninggalkan wajib syarthi tidak berdosa. Hanya saja, orang yang meninggalkan wajib syarthi dinilai tidak loyal akan kewajibannya.

Adapun beberapa hadits menerangkan, dzikir ‘Subhanallah wal-hamdulillah wa la ilaha illallah wallahu akbar’, tidak didapati adanya perintah wajib melakukannya setiap hari. Karena itu, kewajiban dzikir dengan lafadz ini hanyalah dzikir yang hukumnya wajib syarthi.
 
Namun demikian, umat Islam dianjurkan membacanya sebanyak dan sesering mungkin. Dzikir yang telah menjadi ajaran kaum sufi, selama lafadznya masih dalam batas-batas yang diajarkan Nabi Muhammad SAW, maka itu sangat dianjurkan. Jika telah keluar dari batasan agama, maka lebih baik ditinggalkan.
Adapun dzikir berkenaan dengan ibadah merupakan dzikir yang secara langsung dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Hukumnya adalah wajib sebagaimana bacaan dzikir yang ada di dalam sholat. Hal ini sebagaimana yang disinggung di dalam Alquran.

Allah SWT berfirman dalam Alquran Surah Thaha ayat 4, “Innaniy anallaha la ilaha illa ana fa’buduni wa aqimishalata lidzikri,”. Yang artinya, “Maka dirikanlah sholat untuk berzikir (mengingat) kepada-Ku,”.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>