Tanpa Bantuan Asing, Taliban Siapkan Anggaran Baru Afghanistan


Delegasi Taliban Afghanistan tiba untuk penandatanganan kesepakatan dengan pejabat AS di Doha, Qatar Pada 29 Februari 2020, Foto: AP

Kementerian Keuangan Afghanistan di bawah pemerintahan Taliban telah menyiapkan anggaran baru nasional yang didanai tanpa bantuan asing. Ini merupakan pertama kali Afghanistan tak memasukkan bantuan asing dalam anggaran mereka dalam dua dekade terakhir.

Anggaran ini dibuat kala Afghanistan dilanda krisis ekonomi dan bencana kemanusiaan yang disebut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai ‘tumpukan kelaparan.’

Juru bicara kementerian tersebut, Ahmad Wali Haqmal tidak mengungkapkan jumlah anggaran ini. Walaupun demikian, ia mengatakan pada AFP bahwa anggaran ini memerlukan izin dari kabinet sebelum dipublikasikan.

“Kami mencoba membiayainya dari pendapatan dalam negeri, dan kami percaya kami bisa,” kata Haqmal, sebagaimana dilansir AFP.

Afghanistan memang tengah mengalami krisis ekonomi tak berapa lama setelah Taliban berkuasa.

Donor keuangan dunia menghentikan bantuan finansial ke Afghanistan kala Taliban menduduki kekuasaan pada Agustus. Sementara itu, negara Barat juga membekukan akses terhadap negara itu yang bernilai miliaran dolar.

Akibat krisis ekonomi, Taliban sempat membuka lowongan kerja dengan upah gandum. Pihak Taliban menargetkan ‘pembayaran tanpa uang’ ini untuk pengangguran Afghanistan yang terancam kelaparan.

Sementara itu, beberapa tenaga kesehatan Afghanistan mengeluhkan beberapa obat-obatan yang diperlukan mulai berkurang. Mereka menyampaikan banyak perusahaan obat-obatan yang tutup dan kesulitan mengimpor bahan baku obat.

Kepala Serikat Layanan Obat-Obatan Afghanistan, Assadullah Kakar menceritakan, perusahaan obat-obatan di negara itu berhenti beroperasi karena kurangnya bahan baku untuk memproduksi obat.

“Beberapa perusahaan berhenti (beroperasi), tidak ada bahan baku, stok obat-obatan yang dibutuhkan semakin berkurang di bazar, lebih banyak perusahaan akan tutup jika situasi yang sedang berlangsung terus berlanjut,” kata Kakar, dikutip dari media lokal Afghanistan, Tolo News.

Bahkan, ada orang tua yang rela menikahkan anak-anak mereka akibat krisis ekonomi ini. Fazal, salah satu warga di Afghanistan, rela menjual dua anak perempuannya untuk dinikahi.

Dari penjualan anak itu, Fazal menerima US$3,000 atau setara Rp42 juta.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>