Rezim Xi Jinping Dilaporkan Melarang Warga China Rayakan Natal


Jamaat berdoa pada Misa Natal di Gereja Katedral

Pemerintahan Presiden China Xi Jinping dilaporkan melarang warganya merayakan Hari Natal yang dinilai identik dengan budaya Barat.

Seorang pastur gereja tidak resmi di Provinsi Guangdong, selatan China, mengatakan kepolisian setempat telah menghubunginya pada 22 Desember untuk memastikan gerejanya tidak menggelar acara perayaan Natal apa pun.

Pastor dengan nama marga Chen itu mengatakan kepolisian menggunakan pandemi Covid-19 sebagai dalih larangan perayaan Natal tersebut.

“Di kota kami, kami tidak diizinkan mengadakan pertemuan Natal, bahkan pesta. Ini juga terjadi di [provinsi] Henan dan tempat-tempat lain dengan menggunakan pandemi sebagai dalih,” kata Chen.

“Kami sekarang hanya bisa menggelar pertemuan online (untuk merayakan Natal),” paparnya menambahkan.

Selain Chen, seorang pendeta di gereja provinsi Shandong dengan nama samaran John mengatakan pembatasan serupa juga berlaku di wilayahnya itu.

“Mereka (pihak berwenang China) memperingatkan kami menjelang Natal agar tidak ada kegiatan (terkait Natal). Aturan serupa sama untuk beberapa gereja di luar kota,” kata John.

“Kami hanya bisa melakukan aktivitas (perayaan Natal) diam-diam,” paparnya menambahkan kepada Radio Free Asia.

Pemerintah China juga dilaporkan telah menghapus berbagai referensi dan konten berbau perayaan Natal dari platform media sosial Negeri Tirai Bambu.

Pejabat lokal di wilayah barat daya Guangxi bahkan telah mengeluarkan edaran berisi peringatan terhadap setiap sekolah dasar hingga menengah dan para siswa untuk tidak mengadakan kegiatan Natal apa pun.

Menurut edaran yang dikeluarkan departemen pendidikan Rongan, sekolah-sekolah harus menahan diri merayakan “festival asing” dan fokus melestarikan budaya tradisional Tiongkok.

Salah satu warga China, Josei Wang, juga mengaku semakin sulit untuk merayakan Natal bersama keluarganya. Padahal, Wang dan keluarganya rutin merayakan Natal sejak 2016 meski mereka bukan umat Kristen.

Natal tidak menjadi libur nasional di China. Padahal, sedikitnya 68 juta warga China beragama Kristen atau 5 persen dari total populasi Negeri Tirai Bambu, seperti dikutip The South China Morning Post.

Natal juga menjadi festival agama paling populer di China sejak medio 1990. Banyak warga China merayakan Natal meski bukan umat Kristen.

Namun, sejak era pemerintahan Presiden Xi Jinping yang terfokus pada nasionalisme dan membendung pengaruh asing, warga China semakin sulit merayakan Natal.

Sejumlah komentar netizen di Weibo, platform media sosial layaknya Twitter, memperdebatkan larangan tersebut.

“Apa dasar hukumnya?” kata pengguna Weibo @Small_fish_bottle.

Sementara itu, beberapa netizen justru mendukung gerakan pemerintah ini.

“Kami ingin kepercayaan diri terhadap budaya sendiri! Larang barang asing dan festival budaya asing!” kata pengguna Weibo lainnya @The_wind_blows.

Beberapa netizen lainnya juga setuju jika Natal tidak boleh dirayakan di tempat publik termasuk sekolah.

Larangan Natal ini pun berlaku ketika China bersiap mengatur konten keagamaan di media sosial mulai 1 Maret 2022.

“Sekali lagi, Partai Komunis China menggunakan metode legalistik untuk membatasi dan merusak hak kebebasan beragama warga China,” kata Presiden Kelompok pemerhati hak kebebasan beragama umat Kristen di China ChinaAid, Bob Fu.

“Polisi dan pihak berwenang negara sekarang akan campur tangan dalam kegiatan keagamaan online, dalam langkah selanjutnya dalam penindasan kebebasan beragama oleh Partai Komunis China,” papar Fu.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>