Kebijakan Pencegahan Penyakit Masyarakat (Pekat) Pemko Pekanbaru


Pendahuluan

Bulan Desember 2022 menjadi pembelajaran bagi masyarakat Pekanbaru, tentang pentingnya kepedulian masyarakat dengan lingkungannya. Dimana masyarakat Pekanbaru dikejutkan adanya demo kelompok masyarakat agar menutup usaha hiburan malam JOKER POKER PUB dan KTV yang berdomisili di daerah Panam.  Usaha hiburan ini dianggap masyarakat sangat mengganggu ketentraman masyarakat setempat. Terutama karena usaha hiburan ini buka hingga tengah malam dan mengeluarkan suara hingar bingar. Ketidaknyaman masyarakat inilah yang menjadi perhatian pemicu, karena usaha hiburan malam tersebut danggap menjadi penyebab meningkatnya penyakit masyarakat.

Hiburan ini termasuk jenis hiburan Karaoke, Diskotik, Klup Malam, Pub, Disco Bar, yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) kota Pekanbaru nomor 5 tahun 2018 tentang Pajak Hiburan. Perda ini merupakan perubahan dari Perda nomor 5 tahun 2011 tenang Pajak Hiburan Kota Pekanbaru.Pada Perda tersebut di Bab II khususnya pasal 5 tentang tarif pajak hiburan terjadi perubahan “penyempurnaan” pada ayat d.Penyelenggaraan Karaoke, Diskotik, Klab Malam, Pub, Disco Bar, sebesar 30% (empat puluh persen) sebelumnya 40 %. Terjadi penurunan pajak hiburan untuk jenis hiburan dimaksud.

Pajak usaha hiburan merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota pekanbaru, dan terjadi peningkatan yang signfikan pendapatan dari sektor ini  menurut Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Pekanbaru Zulhelmi Arifin, Jumat (11/2).”Sampai sekarang kita sudah dapat awal tahun, bulan februari 2022 Rp1,5 miliar lebih dari target Rp16 miliar,” artinya kemungkinan target yang telah ditetapkan dapat dicapai. Tapi tidak disampaikan bahwa kenaikan itu berasal dari pajak hiburan yang mana. Peningkatan PAD dari sektor pajak hiburan seiring dengan turunnya status Kota Pekanbaru ke Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 1. Sebagai informasi pajak hiburan ditahun 2021 jauh dari target yang telah ditetapkan, hal inidisebabkan karena pandemi covid-19 melanda Dunia, Indonesia dan  termasuk juga melanda kota Pekanbaru.

Pertumbuhan usaha hiburan setalah pandemi covid-19 melandai terjadi peningkatan signifikan di kota Pekanbaru. Perkembangan UMKM menggeliat bagaikan jamur tumbuh di musim hujan. Daerah-daerah yang sangat nampak pertumbuhannya adalah daerah-daerah padat penduduk dan dilokasi ruang-ruang publik di Kota Pekanbaru. Lokasi-lokasi yang menjad sasaran usaha hiburan antara lain loakasi Car Free Day, daerah-daerah kampus dan termasuk sepanjang jalan Soekarno Hatta Pekanbaru Bangkinang.

Yang menjadi perhatian pada kajian ini adaah khusus ayat d dan mengenai pajak hiburan Penyelenggaraan Karaoke, Diskotik, Klab Malam, Pub, Disco Bar, sebesar 30% (empat puluh persen) dan ayat h mengenai Panti pijat/Massage, mandi uap/spa, sebesar 30% (empat puluh persen). Dari sekian usaha hiburan, pajak hiburan ini dikenakan pajak hingga 30%. Fenomena yang muncul kepermukaan adalah :

1. Usaha hiburan ini diminati pemilik modal sehingga menjadi sumber utama Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Pekanbaru dari pajak hiburan.

2. Usaha hiburan ini diindikasikan penyebab meningkatnyapenyakit masyarakat?. 

Kondisi diatas inilah yang mendasari penulis tertarik untuk melakukan kajian dengan judul KEBIJAKAN PENCEGAHAN PENYAKIT MASYARAKAT OLEH PEMERINTAHAN  KOTA PEKANBARU (Studi Kasus Perda Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pajak Usaha Hiburan Karaoke, Diskotik, Klab Malam, Pub, Disco Bar di Kota Pekanbaru). 

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah deskriptif dimana melihat fenomena yang ada dalam masyarakat ( Cresswell John, 2019) 

Pembahasan 

Hiburan merupakakan kebutuhan pokok manusia, untuk manusia akan mencari dengan berbagai macam cara agar kebutuhannya terpenuhi. Pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan yang bertujuan memberikan pelayanan agar kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi dengan baik. Secara umum alasan pemerintah membuat kebijakan publik adalah agar dapat menyelesaikan masalah masyarakat. Untuk membuat sebuah kebijakan pemerintah memerlukan metode yang tepat agar permasalahan masyarakat dapat terselesaikan tetapi dilain pihak tidak menimbulkan permasalahan baru. Untuk menjawab permasalahan diatas maka penulis akan menyajikan konsep-konsep yang berhubungan dengan permasalahan diatas.

Penyakit masyarakat (Pekat)

​Penyakit masyarakat (Pekat) biasa didentikkan perilaku yang tidak sesuai atau menyimpang dengan aturan dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Penyakit masyarakat (Pekat), juga dikenal sebagai ketegangan masyarakat, yang biasa dipakai oleh penegak hukum untuk menyebut ketegangan yang disebabkan oleh sekelompok orang. Penyakit masyarakat (Pekat) merupakan masalah sosial yang perlu ditangani secara optimaldan professional(Marpaung, 2020).  Penanganan optimal maksudnya pekat yang terjai dalam masyarakat harus ditangani secara serius dan terintegrasi. Pemerintahan kota pekanbaru tidak bisa menyelesaikan permasalahan pekat hanya olehdinas sosial saja, atau satpol saja, atau polisi saja. Namun harus bekerjasama semua stake holder yang berhubungan engan pekat yang terjadi. Pemerintah melalui dinas, badan dan lemabaga  terkait, termasuk masyarakat, penangan dilakukan secara optimal sehingga hasilnya maksimal. Sedangkan yang dimaksud dengan profesional, dalam penangan kasus pekat diperlukan orang-orang atau lembaga-lembaga yang memiliki kemampuan terhadap penanganan pekat tersebut. Misalnya penyalahgunaan narkoba harus ditangani ahlinya seperti dokter, psikolog, psikiater dan ahli rehabilitas masyarakat dan lain-lain. Sehingga penanganan pekat tepat sasaran dan terapi yang dilakukanpun terukur.

Beberapa pekat yang perlu diwaspadai adalah miras illegal, aktivitas mucikari, prostitusi, hingga perdagangan narkotika. Aktivitas-aktivitas pekat ini serngkali tersamarkan dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat hiburan. Pantas saja bahwa pekat sering terjadi dilokasilokasi hiburan terutama hiburan malam. Namun demikian pekat juga bsa terjadi di tengah masyarakat dan dilembaga-lembaga pendidikan. Penanganan pekat tidak bisa hanya bertahan dengan aturan norma-norma soaial saja tetapi harus memiliki sanksi secara hukum formal.

Kebijakan publik

Pengertian kebijakan publik (public policy) sangat beragam karena sangat bergantung dari sudut pandang para ahli yang memberi pengertiannya. Kata kebijakan terjemahan dari kata Inggris “policy” dan, policy atau kebijakan mencakup aturan-aturan yang ada didalamnya. Policy itu, apapun cakupannya, sesungguhnya merupakan tindakan-tindakan terpola (patterns of actions), yang mengarah pada tujuan tertentu yang disepakati dan bukan sekedar keputusan acak (at random decision) untuk melakukan sesuatu (Wahab dalam  Adianto, 2019).

Pendapat Hofferbert yang menyoroti kebijakan menjadisebuah “hasil-hasil keputusan”, “pelaku”,dan “tujuan-tujuan publik”. Pelaku yang dimaksud adalah legislatif, eksekutif dan siapapun yang hasil keputusannya untuk kepentingan orang banyak/masyarakat. Hofferbert juga menekankan memahami kebijakan dari sisi substansi dan proses pelaksanaan kebijakan. Substansi kebijakan yaitu rumusan-rumusan kebijakan yang telah diputuskan dan tujuan-tujuan yang akan dicapai.

Dalam rangka pelayanan publik kepada masyarakat tentang pemenuhan kebutuhan hiburan masyarakat pemerintah kota Pekanbaru membuat kebijakan pemerintahan dalam bentuk(Otonomi Darah) Perda tentang Pajak hiburan kota Pekanbaru .Perda nomor 5 Tahun 2018 tentang pajak hiburan merupakan perubahan Perda nomor 5 tahun 2011 tentang Pajak Hiburan. Dimana pada Perda tersebut khususnya pada klausul Bab II pasal 5 yaitu penentuan tarif pajak hiburan sebagai berikut:

a. Pertunjukan Film di Bioskop dengan harga tanda masuk; – sampai dengan Rp 75.000,- sebesar 10% (sepuluh persen) – diatas Rp 75.000,- sebesar 15% (limabelas persen); 

b. Pagelaran seni, musk dan taru, pagelaran busana sebesar 10 %(sepuluh persen)

c. Pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana sebesar 5% (lima persen), 

d. Penyelenggaraan Karaoke, Diskotik, Klab Malam, Pub, Disco Bar, sebesar 30% (empat puluh persen);

e. Penyelenggaraan Sirkus, akrobat, balet dan sulap sebesar 15% (lima belas persen); 

f. Permainan Bilyard, Bowling, Golf, dan futsal sebesar 10% (sepuluh persen)

g. Pacuan Kuda, Kendaraan Bermotor, Permainan Ketangkasan, sebesar 15% (lima belas persen)

h. Panti pijat/Massage, mandi uap/spa, sebesar 30% (empat puluh persen); 

j. Refleksi sebesar 10% (sepuluh persen).

k. Pertandingan olah raga sebesar 10 (sepuluh persen)

l. dihapus

Pada Perda ini jelas bahwa usaha hiburan pada ayat d, pajaknya sangat tinggi dari pajak hiburan lannya. Hak penentuan tarif pajak hanya dimiliki oleh pemerintah tidak dimiliki oleh kelompok manapun di Indonesia. Kebijakan di buat sebagai legalitas agar dapat melaksanakan kebijakan yang telah dtetapkan. Pajak yang memiliki unsur kewajiban bersifat memaksa maka masyarakat harus melaksanakannya, apabila tidak dilaksanakan maka akan terkena sanksi denda dan apabila dilaksanakan menapat penghargaan dari pemerintah/ Untuk sanksi dan penghargaan telah ditetapkan oleh pemerintah.

Berdasarkan Perda ini dalam ketentuan umum menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan pajak, wajib pajak, objek pajak, subjek pajak hiburan, masa pajak hiburan. Hal ini agar masyarakat paham apa yang dimaksud Perda ini. Untuk dapat mengimplementasikan perda ini Pemerintah kota Pekanbaru mengeluarkan PeraturanWalikota Pekanbaru Nomor 68 Tahun 2019 perubahan atad peraturan walikota No.130 tahun 2018 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Pajak Hiburan.

Implementas Kebijakan

Implementasi kebijakan agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka menurut Schneier (1982) dalam Agus, 2012, ada 5 faktor yang mepengruhi keberhasilan implementas kebijakan yaakni pertama : kelangsungan hidup (viability), kedua: integritas teori (theoritical integrity ), ketiga : cakupan (scope), keempat : kapasitas (capacity), kelima : konsekwensi yang tidak diinginkan(unintended consequences).

Lima pertimbangan ini harus menjadi pehatian pemerintah dalam mengimplementasikan kebiajakan yang telah ditetapkan.

Pertama adalah kelangsungan hidup (viability), maksudnya adalah bahwa peraturan yang dibuat mengandung arti luas untuk sasaran alam kebijakan ini. Perda yang dibuat diharapkan dapat memenuh kebutuhan masyarakat akan hiburan, dan disisi lain pengusaha dapat menjalankan usahanya dengan baik dan mendapat keuntungan dari usahanya. Kelangsungan kebijakan juga menjadi perhatian agar peraturan yang dibuat benarbenar dapat menjawab persoalan dalam masyarakat. Tidak sekedar hanya peraturan dibuat untuk melepas tugas bahwa aturannya sudah ada, kalau tiak sesuai maka akan dilakukan perubahan yang terkesan try and error.

Perda ini dikeluarkan agar pemerintah mendapatkan PAD dari pajak hiburan ini bertujuan agar pemerintah dapat melakukan tugasnya sebagai pelayan masyarakat dan berusaha keras agar masyarakat sebagai konsumen merasa puas( Osborne, 1999)

Akan tetapi, keberadaan tempat hiburan malam tidak sepenuhnya dirasa menguntungkan oleh masyarakat sekitar. Adanya aktivitas pada malam hingga dini hari tersebut berpengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat sekitar. Sehingga hal ini menyebabkan kawasan tempat tinggal mereka menjadi tidak aman dan tidak nyaman. Tingkat kriminalitas yang cukup tinggi menjadikan masyarakat tidak lagi merasa kegiatan pariwisata memberikan keuntungan(Panjaitan & Ariwangsa, 2018).

Kedua adalah integritas teori (theoritical integrity ) maksudnya adalah bahwa konsep-konsep yang digunakan dalam memecahkan permasalahan adalah yang memang sesuai dengan permasalahan yang ingin dipecahkan. Teori merupakan hasl dari kajian ilmiah dan telah dibuktikan kebenarannya secara universal. Perda Nomor 5 tahun 2018 tentang Pajak Hiburan berisikan ha-hal yang berhunuga dengan konsep-konsep hiburan dan tentang pajak bukan yang lain. Sedangkan konsep yang lan merupakan penukung dari konsep utama yang digunakan.

Pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintah selalu berfikir bagaimana memberi pelayanan semaksimal kepada masyarakat (Sedarmayanti, 2017).

Ketiga adalah cakupan (scope), maksudnya cakupan Perda ini sesuai dengan kapasitasnya. Perda ini cakupannya hanyalah usaha hiburan yang berada di Pekanbaru dan kewenangan yang diurus pemerintah pekanbaru adalah hiburan level resiko rendah.Kepala  Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) menanggapi kasus usaha hiburan Joker Poker PUB dan KTV menyatakan bahwa usaha hiburan ini tidak boleh beroperasi karena belum memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) yang dikeluarkan oleh Pemerintah RI sesuai dengan perizinan berusaha berbasis risiko. Artinya Pemerintah kota Pekanbaru tidak memiliki kewenangan dalam mengeluarkan izin Joker Poker PUB dan KTV Pekanbaru.

Berdasarkan Perda Nomor 3 Tahun 2002 tentang hiburan umum kota Pekanbaru. Pendirian usaha hiburan umum kota Pekanbaru, usaha hiburan minimal jaraknya 1.000 meter dari lembaga pendidikan dan rumah ibadah dengan tempat usaha hiburan . Dan pada kenyataannya Joker Poker Pub dan KTV berada lebh kurang 200 M dari Pondok Pesantren Babussalam Pekanbaru. Masyarakat setempat merasa Joker Poker merusak imej sekitar pondok, yang menjadi ikon atau simbol penidikan Islam, yang melarang kegiatan-kegiatan sepert itu.

Keempat adalah kapasitas (capacity) maksudnya Perda ini menggambarkan posisi pemerintahan kota Pekanbaru sebagai penyelenggara pemerintah yang memiliki hak untuk menarik pajak hiburan sesuai dengan kapasitasnya. Pemko tidak akan memberi izin apabila bukan menjadi kewenangannya. Hal inilah yang disesali pemko Pekanbaru, walupun bukan kewenangan pemko Pekanbaru, sebaiknya Pemko sebagai lokasi tempat usaha harus di beritahu tentang usaha tersebut. Karena yang berdampak pada usaha hiburan itu adalah masyarakat Pekanbaru pada umumnya.

DPRD Kota Pekanbaru selaku pemerintahan daerah, khususnya komisi I, Isa Lahamid menanggapi atas operasional Joker Poker khususnya PUB. Karena ternyata Joker Poker belum memiliki izin usaha PUB tetapi hanya karaoke. Dan Joker Poker sudah memasang plank nama usahanya Joker Poker PUB dan KTV. Ini berarti kegiatan hiburan yang dilakukan sudah tidak sesuai dengan izin yang didapatnya.

Kelima adalah konsekwensi yang tidak diinginkan(unintended consequences). Sebuah kebijakan yang akan diitetapkan harus memikirkan danpak atau efek darii implementas kebijakan yang telah ditetapkan. Untuk itu perlu pertimbangan-pertimbangan secara konprehensif, sehingga kemungkinan yang tidak dinginkan dapat diminimalisir dari awal.

Perda tentang pajak hiburan ini khususnya pada pasal 5 ayat d, tentang Penyelenggaraan Karaoke, Diskotik, Klab Malam, Pub, Disco Bar, sebesar 30% (empat puluh persen), sangat rentan dengan permasalahan sosial. Hiburan ini termasuk hiburan malam, beroperas saat orang—orang secara normal beristirahat darii kesibukan pada siang hari. Penikmat hiburan malam tentulah bukan orang biasanya. Orang-orang yang memiliki kecendrungan pergi kehiburan malam, karena mungkin menghilangkan rasa capeknya dengan menghibur diri hingga larut malam di temapat-empat keramaian, dengaan menyanyi, berjoget dan mungkin minum-minuman yang dapat menenangkan fikiran, dan berbagai alasan mengapa mereka memilih hiburan malam.

Secara alamiah manusia pada malam hari karena sudah kecapean maka pengendalian emosi sangat sulit, kadang kala melakukan sesuatu diluar kesadaran. Kondisi inilah kadang membuat kehingaran, bernyanyi dengan suara sesukanya dengan musik yang kadang menaikkan adrenalin untuk melakukan yang jarang dilakukan. Situasi ini sering dijadikan oleh tempat transaksi terlarang, misalnya menjual minum berakohol melebihi dari yang diatur pemerintah, obat-obat terlarang dan kadang transaksi seksual. Kegiatan ini cendrung menimbulkan ketidaknyamanan maka sering di barengi dengan aktifitas preman-preman di sekitar lokasi usaha.

Kesimpulan dan Saran

Dari uraian pembahasan diatas dapatlah kita simpulkan bahwa kebijakan publik dalam bentuk Perda nomor 5 tahun 2018 tentang pajak hiburan kota Pekanbaru, memiliki nilai pencegahan meningkatnya penyakit masyarakat seperti premanisme, penyalahgunaan narkoba dan transaksi seksual yang dapat merusak ketentraman masyarakat. Dengan membuat aturan yang ketat dan pajak yang tingg hingga 30%, sehingga mengakibatkan orang  tidak seenaknya membuka usaha hiburan seperti Joker Poker. 

Pajak hiburan memang diperuntukkan sebagai sumber PAD kota Pekanbaru, dan apabila ada yang mendirikan usaha dimaksud maka akan menjadi sumber yang cukup besar untuk PAD pemerintahan kota Pekanbaru. Apabila PAD tinggi maka pemerintah kota pekanbaru akan dapat melaksnakan pembangunan untuk masyarakat kota Pekanbaru.

Saran yang dapat penulis sampaikan kepada :

1. Pemerintahan kota Pekanbaru, agar pengawasan terhadap izin yang telah dikeluarkan khususnya hiburan yang rentan menyebabkan meningkatnya penyakit masyarakat lebih menjadi perhatian khusus, karena efekbegatif kepada masyarakat pekanbaru cukup tinggi.

2. Pemerintahan Provinsi Riau, agar melakukan pengawasan kepada usaha-usaha hiburan yang menjadi kewenangan Provinsi, ddan juga melakukan pengawasan terhadap izin-izin yang menjadi kewenangan Pusat, karena usaha tersebut bersentuhan langsung dengan masyarakat Riau

3. Kepada Pemerintah, Sebaiknya tetap berkoordinasi dengan daerah yaitu pemerintahan provinsi atas izin yang dikeluarkan oleh pusat. Karena provinsi merupakan perwakilan pusat di daerah.

4. Kepada masyarakat, agar selalu meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan masing-masing, sehingga halhal yang tidak diingnkan seperti penyakit masyarakat dapat diminimalisir bahkan di hentikan pekembangannya.

5. Dunia usaha yang bergerak dibidang hiburan seharusnya melakukan usaha sesuai aturan yang berlaku.

Daftar Pustaka

Erwan Agus Purwanto, Dyah 2012, Implementasi Kebijakaan Publik, Konsep dan Aplikasi di Indonesia. Penerbit Gava Media, Yogyakarta.

Basuki, 2019, Administrasi Publik, Telaah  Teoritis dan empiris,  Penerbit Rajawali Pers, Depok

Cresswell John, 2019, Reseach Disign Pendekatan Metode KualitatfKuantitatif, dan Campuran, Penerbit Puataka Pelajar, Yogyakarta.

Dunn Wliam,  Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Edisi  Kedua, Penerbit Gadjah Mada UNiverstiy Press, Yogyakarta

Dwiyanto ,2015,  Administrasi Publik Desentralisasi, Kelembagaan an paratur Sipil Negara, Gadjah Mada University Press, Yogjakarta

Hari, Huseini, 2009, Pengantar Teori Orgaanisasi Peerspektif Makro: Dari Pendekataan Klasik hingga Post-Modern,Penerbit Cigo Fia UI, jakarta

Kasim, Azhar, Huseini, Anwar , 2015, Merekontruksi Indonesia : Sebuah Perjalanan Menuju Dynamc governance. Penerbit Buku Kompas, Jakarta

Kebau Yeremias, 2014, Enam dimensi Adminstrasi publik, konsep, teori dan isu, Penerbit Gava Media

Kencana Inu, Tanjung , Maleong, 1999, Ilmun Adminstrasi Publik, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta

Kumorotomo wahyudi, 1992, Etika Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta

Mulyadi, Gedeona,Nur, 2018, Administrasi Publik Untuk Pelayanan Publik, Konsep dan Praktek Administrasi dalam penususnan SOP, Standap Pelayanan, Etka Pelayanan, Inovasi untuk Kinerja Organisasi, Penerbit Alvabetta, bandung

Nawar Agus,, 2002, Psikologi Pelayanan, Penerbit Alvabeta, Bandung

Hari, Osborn David dan Gaebler, 1999, Mewirausahakan birokrasi Reinventing Government : Mentransformasi semangat wirausaha ke dalam sektor publik, PT.Pustaka  Binaman Presindo, Jakarta

Rosidi, Fajriani 2013, Reinventing Government, Demokrasi dan reformasi pelayanan publik, Penerbit Andi, Yogyakarta

Sedarmayanti,2017, Reformasi AdminstrasiPublik, Reformasi Birokrasi, Dan Kepemmpinan Masa Depan, (Mewujuskan Pelayanan Prima dan Kepemerintahan yang baik), Penerbit Rafika aditama, Bandung

Suharto, Edi, 2020, Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan sosial,  Alfabeta, Bandung

Suharsimi Arikunto. 1998.  Prosedur penelitian : Suatu pendekatan Praktek, Edisi Revisi IV,Cetakan Kesebelas, Rineka Cipta, Jakarta. 

Tjokrowinoto, 2001 , Birokrasi dalam polemik, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Toha, Miftah, 1997, Administrasi kepegawaian daerah, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta

…………………, 1998, Perilaku Administrasi, konsep dasar dan aplikasinya, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta

Winarno, Budi, 2016, Keijakan Publik di Era Globalisasi, Teori Proses, Studi Kasus Komperatf, Buku Seru, Jakarta

Tim Pusat Pemantauan Undang-Undang Sekretariat Jendral dan Badan Keahlian DPR RI Evaluasi Pemantauan Terhadap  pelaksanaan UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pusat Pemantauan Undang-Undang Sekretariat Jendral dan Badan Keahlian DPR RI , Jakarta, 2019

Jurnal :

Azahari, D. H. (2008). disampaikan dan diingatkan oleh Presiden RI pertama , Ir Soekarno yang bangsa . Meskipun disampaikan beberapa puluh tahun yang lalu , namun persoalan nasional . Fakta sejarah telah membuktikan bahwa permasalahan pangan adalah didasarkan atas peran strateg. Analisis Kebijakan Pertania6(70), 174–195.

Marpaung, P. (2020). 1) 2) 1,2)5.

Marten Bunga. (2019). Model Pembentukan Peraturan Daerah Yang Ideal Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Jurnal Hukum & Pembangunan49(4), 818.

Panjaitan, J., & Ariwangsa, I. M. B. (2018). Respon Masyarakat Lokal Terhadap Aktivitas Hiburan Malam Di Legian, Kuta. Jurnal Destinasi Pariwisata6(1), 199. https://doi.org/10.24843/jdepar.2018.v06.i01.p30

Pangan, K. (2009). 300046246Fao 2003, 39–45.

Ritaudin, S. (2014). Jurnal TAPIs Vo. 13 No.02 Juli-Desember 2017. Kolom Jurnal Studi Agama Dan Pemikiran Islam8(02), 48–73.

Sudarmanto, K., Suryanto, B., Junaidi, M., & Sadono, B. (2021). Implikasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Terhadap Pembentukan Produk Hukum Daerah. Jurnal Usm Law Review4(2), 702. https://doi.org/10.26623/julr.v4i2.4191

Peraturan-peraturan:

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 5 tahun 2011 tentang Pajak Hiburan 

Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 5 tahun 2018 tentang Perubahan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 5 tahun 2011 tentang Pajak Hiburan 

Peraturan walikota Pekanbaru Nomor 130 tahun 2018 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Pajak Hiburan. 

Penulis

Sadriah Lahamid,

NIM : 2210347062,

Email : [email protected]

Mahasiswa Program Doktor Administrasi Publik UNRI Tahun 2022/2023

Dosen Pembimbing : Prof.DR.H.Sujianto,M.Si

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>