Semiotika Ala Jokowi


Ilustrasi semiotika Jokowi

SYAHDAN puluhan tahun yang lalu,  di sebuah kampus tempat para capres 2024 nanti menimba dan mengasah ilmunya-, saya pernah belajar tentang semiotika, sebuah cabang ilmu yang mengulik tentang ‘tanda’.

Dalam buku Theories of Human Communication, yang ditulis Littlejohn, Semiotik bertujuan untuk mengetahui makna-makna yang terkandung dalam sebuah tanda atau menafsirkan makna tersebut sehingga diketahui bagaimana komunikator mengonstruksi pesan yang disampaikannya.

Bagaimana tanda-tanda merepresentasikan benda, ide, gagasan, keadaan, situasi, perasaan, dan kondisi di balik tanda-tanda itu.

Sepertinya, saat ini sudah bermunculan sekumpulan orang yang mengaku sebagai tokoh papan atas, pengamat, politikus, sampai kang cukur, kang sayur, kang kopi, yang berlomba menafsirkan ‘tanda-tanda’ yang berseliweran tentang ‘siapa dukung siapa’ di pilpres mendatang dengan logikanya masing-masing.

Dan yang paling dianggap seksi di beberapa bulan belakangan adalah gaya semiotika Jokowi. Di waktu yang lalu, dia acungkan dua jempol saat Ganjar dinobatkan sebagai capres. Di waktu yang lain dia bilang, “mungkin 2024 mendatang adalah giliran Prabowo.”

Giliran selanjutnya, dia ajak Ganjar dan Prabowo berbincang di sawah sambil selfi-selfi. Yang satu mentor naik kuda, mantan seteru, dan sekarang kerja bareng di pemerintahan. Satunya lagi kolega separtai, seideologi politik, dan sealmamater.

Gerombolan para penafsir pun dibuat pening, geleng kepala, bingung, dan menuduhnya main dua kaki. Apa sih maksudnya, gak jelas bener!

Jokowi bergeming, seperti biasa dia tak ambil pusing. Jadi ingat saat dirinya di ‘pki-pki’-kan, dicap dungu, dituding ijazah palsu, terus di’firaun-firaun’-kan, meradangkah dirinya? Mana saya tahu! Kan hati orang gak ada yang tahu. Tapi yang pasti, presiden yang satu ini woles saja, malah nonton konser musik. Ngehek!

Tapi gak perlu khawatir saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air, teruslah belajar menafsir untuk memaknai tanda-tanda Jokowi karena itu sama sekali tidak melanggar aturan. Berteorilah sesuai kemampuan imajinasi kalian.

Tiba-tiba saat kutulis opini ini, anak lelakiku yang baru naik kelas 4 SD nyeletuk, “kalau aku pilih Ganjar, kalau ayah…?”

“Mmm…, ayah masih terus menafsir dan membaca tanda-tanda, Nak.” [Samsu/Red]

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>