Connect with us

JABODETABEK

Catatan Pinggir: Ondel-Ondel Dari Penjaga Kampung ke Ikon Budaya Betawi

Aktualitas.id -

Ilustrasi, Dok: aktualitas.id

AKTUALITAS.ID – Ketika kita berbicara tentang Jakarta, ibukota dengan denyut modernitas yang nyaris tak pernah tidur, kita sering lupa kota megapolitan ini dibangun di atas warisan budaya yang kaya. Di tengah gedung pencakar langit dan lalu lintas yang padat, masih berdiri tegak sosok raksasa berwajah merah dan putih yang melangkah gagah di tengah festival budaya atau upacara adat. Sosok itu adalah ondel-ondel, boneka raksasa khas Betawi yang menjadi penjaga nilai, sejarah, dan identitas masyarakat asli Jakarta.

Jejak Sejarah: Dari Penolak Bala ke Penjaga Warisan

Ondel-ondel bukanlah sekadar pertunjukan seni jalanan atau hiasan seremoni. Dalam sejarahnya, ondel-ondel memiliki akar spiritual dan mistik yang dalam. Dulu, pada masa masyarakat Betawi masih hidup dalam struktur kampung yang kuat dan bersandar pada tradisi leluhur, ondel-ondel dipercaya sebagai penolak bala pelindung kampung dari roh jahat, wabah penyakit, atau malapetaka lain yang tak terlihat oleh mata manusia.

Dalam pementasannya, ondel-ondel biasanya diiringi musik tradisional seperti tanjidor, rebana, atau gambang kromong, sambil menari mengikuti irama dan berkeliling kampung. Bentuknya yang tinggi, mencapai dua hingga tiga meter, dengan wajah menyeramkan dan mata menonjol, sengaja dibuat demikian agar mampu “menakuti” kekuatan jahat yang hendak mengganggu harmoni lingkungan.

Tradisi ini sudah ada sejak zaman kolonial, bahkan beberapa sejarawan menyebut bentuk awal ondel-ondel sudah muncul sejak masa kerajaan di Nusantara, yang kemudian berakulturasi dengan budaya lokal Betawi.

Simbol Budaya: Filosofi di Balik Wajah Merah dan Putih

Ondel-ondel umumnya hadir berpasangan laki-laki dan perempuan. Boneka laki-laki berwajah merah menyala, simbol keberanian, ketegasan, dan pelindung; sementara yang perempuan berwajah putih melambangkan kesucian, ketulusan, dan keteguhan. Wajah mereka tidak hanya ekspresi seni, tapi juga mengandung filosofi Betawi yang menjunjung tinggi nilai-nilai keberanian, kejujuran, dan ketulusan dalam menjaga keharmonisan sosial.

Dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 11 Tahun 2017 tentang Ikon Budaya Betawi, ondel-ondel telah ditetapkan sebagai salah satu dari sekian warisan budaya takbenda yang harus dijaga dan dilestarikan. Ia bukan hanya simbol tradisi, tapi sudah melekat menjadi bagian dari identitas kota Jakarta itu sendiri.

Kontroversi Zaman Modern: Ketika Ondel-Ondel Turun ke Jalan untuk Mengamen

Seiring waktu dan tekanan ekonomi, terjadi pergeseran dalam pemanfaatan ondel-ondel. Boneka budaya ini mulai digunakan oleh sebagian masyarakat sebagai alat untuk mengamen di jalanan, berkeliling dari gang ke gang, dari lampu merah ke perumahan. Kondisi ini memicu kontroversi tajam. Banyak pihak menilai tindakan ini telah merendahkan martabat ondel-ondel, menggeser makna filosofisnya menjadi sekadar alat mencari uang receh.

Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Mochamad Miftahulloh Tamary, baru-baru ini menyatakan sikap tegas: ondel-ondel bukan untuk mengamen. Ia menekankan tindakan tersebut melanggar Pergub dan mencederai nilai-nilai luhur yang terkandung dalam simbol budaya Betawi tersebut. Pemerintah pun telah melakukan berbagai pembinaan, bahkan memberdayakan komunitas ondel-ondel untuk tampil di panggung yang lebih layak festival budaya, perayaan resmi, hingga misi kebudayaan ke luar negeri.

Larangan ini bukan sekadar regulasi kosong, tapi upaya serius untuk mengembalikan marwah ondel-ondel sebagai lambang kehormatan, bukan komoditas murahan. Wakil Gubernur Jakarta, Rano Karno, menambahkan tujuan utama larangan tersebut adalah agar ondel-ondel bisa tampil di tempat yang semestinya yang sesuai nilai historis dan estetisnya.

Tantangan dan Harapan: Melestarikan di Tengah Modernitas

Meskipun ondel-ondel telah mendapatkan pengakuan resmi, tantangan pelestariannya masih besar. Masalah utamanya terletak pada regenerasi pelaku seni dan keberlanjutan komunitas budaya. Anak muda Betawi kini banyak yang tergerus oleh budaya populer luar dan kehilangan ketertarikan pada kesenian tradisional.

Namun harapan belum padam. Komunitas-komunitas seperti KOOJA (Komunitas Ondel-ondel Jakarta) dan ASOI (Asosiasi Ondel-ondel Indonesia) terus bergerak aktif melakukan pementasan edukatif, pelatihan pembuatan ondel-ondel, hingga mengembangkan kreasi baru dengan sentuhan modern tanpa menghilangkan akar tradisinya.

Di era digital, banyak pula konten kreator yang mengangkat kembali keunikan ondel-ondel melalui media sosial, film pendek, hingga animasi. Upaya ini menunjukkan warisan budaya bisa tetap hidup di tengah modernitas, asalkan ada kesadaran kolektif untuk menjaga dan memaknainya kembali secara tepat.

Penutup: Ondel-Ondel, Cermin Budaya dan Identitas

Lebih dari sekadar boneka raksasa, ondel-ondel adalah cermin budaya Betawi yang menyimpan sejarah, filosofi, dan harapan masyarakat Jakarta. Ia mengajarkan tentang keberanian menjaga nilai, keteguhan menghadapi perubahan, dan pentingnya menghormati warisan leluhur.

Di tengah gempuran globalisasi, mempertahankan ondel-ondel sebagai ikon budaya bukan berarti menolak kemajuan. Justru sebaliknya ia adalah bukti kota besar seperti Jakarta masih punya akar yang kuat, dan dari akar itulah kita bisa tumbuh menjadi bangsa yang beradab, modern, tapi tetap berakar pada jati diri sendiri. (Mun)

TRENDING