Connect with us

NASIONAL

Mahfud MD: Tak Logis vonis 6,5 Tahun Penjara untuk Harvey Moeis

Aktualitas.id -

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Foto: Aktualitas.id

AKTUALITAS.ID – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan keterkejutannya terhadap vonis 6,5 tahun penjara yang dijatuhkan kepada pengusaha Harvey Moeis. Melalui akun Twitter-nya, Mahfud menilai putusan tersebut tidak logis dan menyentak rasa keadilan, mengingat tuntutan jaksa yang memohon hukuman penjara selama 12 tahun ditambah dengan denda Rp1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp210 miliar.

“Duh Gusti, bagaimana ini?” tulis Mahfud lagi, menekankan ketidakpuasannya terhadap keputusan tersebut. Vonis terhadap Harvey Moeis, yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Senin (23/12/2024), juga disertai denda Rp1 miliar yang dapat digantikan dengan hukuman kurungan enam bulan, serta kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp210 miliar dalam jangka waktu satu bulan setelah putusan bersifat inkrah.

Pengadilan menyatakan bahwa Harvey terbukti melakukan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk selama periode 2015-2022 dan terlibat dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan total kerugian mencapai Rp300 triliun. Namun, hakim beralasan bahwa vonis yang dijatuhkan kepada Harvey lebih ringan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu, termasuk sikap sopan selama persidangan, tanggung jawab keluarga, serta statusnya sebagai pelanggar hukum untuk pertama kalinya.

Ketua majelis hakim, Eko Aryanto, menjelaskan dalam sidang bahwa tidak ada penambangan ilegal yang dilakukan oleh PT Timah Tbk dan PT Refined Bangka Tin (RBT) karena kedua perusahaan tersebut memiliki izin yang sah. Penjelasan tersebut dipandang Mahfud sebagai faktor yang tidak sebanding dengan kesalahan berat yang dilakukan Harvey.

Mahfud MD dan sejumlah pihak lainnya menilai vonis ini berpotensi menimbulkan ketidakpuasan di masyarakat dan mengindikasikan perlunya evaluasi lebih lanjut terkait implementasi hukum yang adil, khususnya dalam kasus-kasus korupsi yang merugikan negara. (Damar Ramadhan)

TRENDING

Exit mobile version