Connect with us

NASIONAL

Menteri Nusron: Hampir 50% Lahan Bersertifikat RI Dikuasai 60 Keluarga Crazy Rich

Aktualitas.id -

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, Dok: aktualitas.id

AKTUALITAS.ID – Sebuah data mengejutkan diungkapkan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid. Ia mengungkapkan hampir separuh dari total lahan bersertifikat di Indonesia dikuasai oleh segelintir kelompok, yaitu 60 keluarga.

Nusron menjelaskan dari total 70,4 juta hektare areal penggunaan lain (APL) yang berada di bawah kewenangan ATR/BPN, sebanyak 55,9 juta hektare atau 79,5 persen telah terpetakan dan bersertifikat. Angka yang mengejutkan datangnya dari pengelolaan lahan tersebut.

“Dari 55,9 juta hektare (lahan bersertifikat) itu, 48 persen dari 55,9 juta, katakanlah 56 juta, dari 48 persen itu hanya dimiliki, sekali lagi, baik HGU maupun HGB, hanya dimiliki oleh 60 keluarga di Indonesia,” ujar Nusron dalam acara Pengukuhan dan Rakernas I PB IKA-PMII Periode 2025-2030 di Jakarta Selatan, Minggu (13/7/2025).

Ia menegaskan penguasaan ini tidak berarti kepemilikan lahan secara langsung. Lahan tetap dimiliki negara, namun hak penggunaannya (HGU/HGB) hanya dikuasai oleh 60 keluarga tersebut, baik secara langsung maupun melalui jaringan perusahaan yang mereka kendalikan.

“Yang kalau dipetakan PT-nya, PT-nya bisa berubah macam-macam. Tapi kalau di-tracking siapa beneficiary ownership-nya, BO-nya (beneficial owner), itu hanya 60 keluarga,” klarifikasi Nusron.

Menurutnya, ketimpangan dalam penguasaan lahan ini adalah salah satu akar penyebab kemiskinan struktural di Indonesia. Ia menyebutnya sebagai “hasil dari kebijakan masa lalu yang belum berpihak.”

“Inilah problem di Indonesia, kenapa terjadi kemiskinan struktural? Karena ada kebijakan yang tidak berpihak. Ada tanda petik, kalau kami boleh menyimpulkan, ada tanda petik kesalahan kebijakan pada masa lalu,” ujarnya.

Untuk mengatasi masalah ini, Nusron menyatakan pemerintah saat ini mengusung tiga prinsip dalam perubahan kebijakan pertanahan, yaitu keadilan, pemerataan, dan kesinambungan ekonomi.

Ia menjelaskan, prinsip kesinambungan ekonomi berarti mempertahankan usaha yang sudah berjalan. Sementara itu, prinsip keadilan dan pemerataan berarti lahan baru tidak lagi diberikan kepada pihak-pihak yang sebelumnya sudah menguasai lahan dalam jumlah besar.

“Yang sudah ada jangan dimatikan. Kalau ada barang baru, jangan diberikan kepada mereka lagi,” tegasnya. (Ari Wibowo/Mun)

TRENDING