Connect with us

NASIONAL

YLBHI: KUHAP Baru Bikin Indonesia Terancam Dipermalukan di Forum PBB

Aktualitas.id -

Ilustrasi, Dok: aktualitas.id - ai

AKTUALITAS.ID – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyatakan keprihatinan serius atas respons Kementerian Hak Asasi Manusia yang dipimpin Natalius Pigai terhadap pengesahan Kitab Undang‑Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru oleh DPR. Menurut Direktur YLBHI, Muhammad Isnur, pernyataan “siap menampung aspirasi” tidak memadai; kementerian seharusnya membaca dan menilai teks KUHAP secara komprehensif sebelum mengeluarkan sikap resmi.

Isnur mengungkapkan kekhawatiran bahwa perubahan di KUHAP dapat berdampak negatif pada penilaian Indonesia di forum internasional. Forum seperti Universal Periodic Review (UPR) dan pengawasan Kovenan Internasional tentang Hak‑Hak Sipil dan Politik (ICCPR) bisa menjadi ruang bagi pengaduan dan kritik yang menyorot pelanggaran atau kemunduran standar HAM di Indonesia.

“Ini bukan sekadar soal menampung aspirasi. Kementerian HAM akan dipertanggungjawabkan di mata internasional,” ujar Isnur dalam konferensi pers Koalisi Sipil untuk Pembaruan KUHAP di kantor YLBHI, Sabtu (22/11/2025). Ia menekankan bahwa rekam jejak perumusan kebijakan dan kesiapan kementerian dalam menanggapi isu ini akan dilihat oleh badan‑badan PBB.

Pihak YLBHI dan organisasi sipil mitra menilai sejumlah ketentuan KUHAP berisiko mengancam kebebasan sipil, menyasar pembela HAM, serta melanggengkan kewenangan aparat penegak hukum yang sebelumnya menjadi kontroversi publik. Kritik itu memicu seruan agar Presiden mempertimbangkan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang‑undang (Perpu) untuk membatalkan atau menunda pemberlakuan KUHAP sembari dilakukan revisi substantif.

Sikap MenHAM Pigai yang menyatakan unsur HAM telah terpenuhi dalam KUHAP menuai tanggapan dari aktivis. Mereka menilai penilaian itu prematur jika kementerian tidak terlebih dahulu melakukan kajian substansial dan transparan serta dialog publik yang memadai. Isnur mendesak KemenHAM untuk aktif dilibatkan dalam proses evaluasi dan menjadi narasumber yang kuat di panggung internasional apabila kritik terhadap KUHAP sampai ke mekanisme PBB.

Jika pengaduan internasional diterima, laporan‑laporan terkait KUHAP bisa memperparah citra Indonesia dalam sidang UPR atau tinjauan ICCPR, yang pada akhirnya mempengaruhi rekomendasi internasional dan posisi diplomatik negara. Isnur memperingatkan bahwa konsekuensi itu tidak hanya soal reputasi, tetapi juga legitimasi kebijakan hukum dalam negeri.

Koalisi Sipil untuk Pembaruan KUHAP menyerukan langkah‑langkah konkret: pembentukan forum evaluasi multistakeholder, audit HAM terhadap pasal‑pasal bermasalah, dan mekanisme koreksi sebelum KUHAP diberlakukan. Mereka juga mendorong KemenHAM untuk bersikap proaktif, transparan, dan mengkomunikasikan hasil kajian kepada publik dan mitra internasional.

Penutup: Isnur menegaskan bahwa saat ini bukan waktu untuk sikap menunggu; diperlukan tindakan cepat dan komprehensif dari Kementerian HAM dan pemerintah pusat agar potensi dampak internasional dapat diminimalkan dan hak asasi warga negara tetap terlindungi. (Bowo/Mun)

TRENDING

Exit mobile version