Connect with us

Oase

Pamer Kekayaan di Kalangan Pejabat, Ini Penjelasan Menurut Islam

Published

on

Ilustrasi. Pamer Kekayaan. (ist)

AKTUALITAS.ID – Fenomena pejabat publik yang kerap menunjukkan kemewahan di media sosial telah memicu kritik dan keresahan masyarakat. Alih-alih fokus melayani kepentingan publik, sebagian pejabat malah terkesan lebih menonjolkan gaya hidup pribadi. Dalam pandangan Islam, perilaku semacam ini dianggap tercela karena melanggar nilai kesederhanaan dan tanggung jawab sosial.

Islam mengajarkan bahwa harta dan kekayaan hanyalah titipan Allah SWT yang harus dikelola dengan bijaksana. Bahkan, dalam Surah Al-Isra’ ayat 27, Allah menegaskan bahwa perilaku boros dan suka pamer sangat dibenci: “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” Ayat ini memperingatkan bahwa perilaku boros atau pamer menjauhkan seseorang dari akhlak yang baik dan dapat dikaitkan dengan sifat-sifat tercela.

Pejabat publik yang mengemban amanah seharusnya mengutamakan pelayanan kepada rakyat, bukan mencari pengakuan melalui kemewahan. Rasulullah SAW sendiri telah menunjukkan teladan hidup sederhana meskipun memiliki kesempatan untuk hidup lebih dari cukup. Beliau bahkan kerap tidur di atas tikar kasar dan selalu mendahulukan kepentingan umat. Hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim ini mencerminkan sikap rendah hati yang seharusnya dipegang teguh oleh para pemimpin.

Ulama besar, seperti Imam Al-Ghazali, juga menekankan pentingnya menggunakan kekayaan untuk kemaslahatan umat. Dalam karyanya Ihya Ulumuddin, Al-Ghazali menyatakan bahwa kemewahan dan kesombongan hanya akan menurunkan kepercayaan masyarakat dan menjadi tanda lemahnya keimanan. Imam Malik bahkan pernah berpesan agar pemimpin tidak hidup mewah di tengah penderitaan rakyat, demi menjaga keadilan sosial dan tetap merasakan kondisi yang dihadapi masyarakat.

Sikap pamer kekayaan juga dapat merusak ukhuwah Islamiyah atau persaudaraan umat Islam. Ketika pejabat menunjukkan hartanya secara berlebihan, ia seolah mengabaikan kondisi ekonomi masyarakat yang mungkin sedang terpuruk. Akibatnya, perilaku ini dapat memancing iri hati dan kebencian, serta merusak integritas pejabat tersebut di mata publik.

Islam sejatinya tidak melarang umatnya untuk kaya, bahkan mendorong Muslim untuk mencari rezeki secara halal dan bekerja keras. Namun, kekayaan yang diperoleh harus dikelola dengan penuh rasa syukur dan tanggung jawab. Allah berfirman dalam Surah Al-Hadid ayat 7, “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan infakkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah jadikan kamu menguasainya.” Ayat ini mengingatkan bahwa kekayaan adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui sedekah, zakat, dan amal kebaikan lainnya, bukan untuk kebanggaan diri.

Dengan hidup sederhana dan peduli terhadap masyarakat, pejabat akan mendapatkan kepercayaan rakyat serta memperkuat hubungan antara pemimpin dan masyarakat. Sebaliknya, pejabat yang gemar memamerkan kekayaan justru menjauhkan diri dari nilai kepemimpinan dalam Islam, yaitu amanah, adil, dan merakyat.

Kesimpulannya, dalam perspektif Islam, pamer kekayaan adalah tindakan tercela. Selain merusak citra pribadi dan institusi, perilaku ini bertentangan dengan prinsip kesederhanaan dan tanggung jawab sosial. Pemimpin yang sejati adalah mereka yang menunjukkan integritas melalui kebijakan yang adil dan gaya hidup yang sederhana. (YAN KUSUMA/RAFI)

Trending



Copyright © 2024 aktualitas.id