Connect with us

POLITIK

JPPR: Aturan Dana Kampanye Bisa Mengurangi Korupsi dan Politik Uang

Aktualitas.id -

Ilustrasi, Dok: aktualitas.id

AKTUALITAS.ID – Tingginya biaya politik dalam setiap kontestasi pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia dinilai menjadi cikal bakal utama praktik korupsi di kalangan pejabat publik. Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menegaskan perlunya regulasi dana kampanye yang lebih ketat dan transparan untuk memutus mata rantai tersebut.

Peneliti JPPR, Guslan Batalipu, menyebutkan bahwa kesulitan utama saat ini adalah mendeteksi kejujuran kandidat dan partai politik (parpol) mengenai sumber dan penggunaan dana.

“Kesulitan kita ialah mendeteksi kejujuran kandidat dan parpol… Calon yang diinginkan oleh parpol merupakan calon dengan finansial tinggi. Maka di sini pentingnya aturan dana kampanye,” kata Guslan Batalipu, Jumat (12/12/2025).

Menurut JPPR, pekerjaan rumah terbesar bagi penyelenggara pemilu ke depan adalah menciptakan regulasi dana kampanye yang pengawasannya tidak hanya terpaku pada rekening formal partai, tetapi juga mencakup realitas penggunaan dana di lapangan.

Guslan juga menyoroti masalah fundamental elektoral yang lebih besar, yaitu hilangnya kepercayaan publik terhadap proses pemilu itu sendiri. Hal ini mendorong motivasi kandidat untuk meraih kekuasaan dengan cara apa pun, termasuk menggunakan politik uang.

Kebutuhan untuk mengembalikan modal politik yang sangat besar menjadi rahasia umum sebagai salah satu pendorong utama korupsi kepala daerah.

Masalah ini terlihat jelas dalam kasus yang baru-baru ini menjerat Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya (AW). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Ardito karena menerima aliran dana sekitar Rp5,75 miliar.

KPK menduga sebagian besar uang haram tersebut digunakan Ardito untuk melunasi pinjaman bank yang sebelumnya dipakai membiayai kampanye Pilkada 2024.

Oleh karena itu, JPPR mendesak agar pemerintah dan penyelenggara pemilu fokus pada pembenahan aturan dana kampanye. Transparansi dan pengawasan yang ketat diharapkan dapat mengurangi ketergantungan kandidat pada modal finansial tinggi, sehingga memutus mata rantai antara biaya politik mahal dan praktik korupsi pasca-menjabat. (Firmansyah/Mun)

TRENDING

Exit mobile version