Connect with us

Dunia

Hamas dan Fatah Sepakat Bentuk Pemerintahan Bersama di Gaza Setelah Perang Genosida Israel Berakhir

Published

pada

AKTUALITAS.ID – Dua faksi besar Palestina, Hamas dan Fatah, telah mencapai kesepakatan penting untuk membentuk komite bersama yang akan mengelola pemerintahan di Jalur Gaza setelah perang genosida Israel berakhir. Kesepakatan ini diumumkan setelah pertemuan antara negosiator kedua faksi di Kairo, yang menandai langkah bersejarah menuju rekonsiliasi setelah bertahun-tahun perpecahan.

Kesepakatan ini dibuat di tengah spekulasi tentang masa depan Gaza dan kebutuhan akan rekonstruksi pascaperang, yang diperkirakan akan menelan biaya hingga USD 200 miliar (sekitar Rp 3.192 triliun). Komite yang akan dibentuk ini diharapkan dapat mengelola sektor-sektor penting di Gaza, termasuk kesehatan, pendidikan, ekonomi, pertanian, dan layanan publik vital seperti bantuan kemanusiaan serta rekonstruksi infrastruktur yang hancur akibat perang.

Komite ini akan terdiri dari 10 hingga 15 tokoh non-partisan yang akan bertanggung jawab atas berbagai sektor dan akan melapor langsung kepada pemerintah Palestina. Salah satu tugas utama komite ini adalah mengelola wilayah sekitar perbatasan Rafah dengan Mesir, satu-satunya pintu keluar dari Gaza yang masih di bawah kendali Israel.

Menurut laporan The New Arab, Presiden Palestina Mahmoud Abbas akan mengeluarkan dekrit resmi yang mengesahkan pembentukan Komite Dukungan Masyarakat (CSC), yang akan beroperasi di bawah pengawasan pemerintah Palestina dan bertanggung jawab atas berbagai sektor penting di Gaza. Delegasi Fatah yang dipimpin oleh Azzam Al-Ahmad telah kembali ke Ramallah untuk meminta persetujuan Abbas, sementara delegasi Hamas dipimpin oleh Khalil Al-Hayya.

Kesepakatan ini datang setelah perpecahan panjang pada tahun 2007, ketika Hamas mengambil alih kekuasaan di Gaza setelah menang dalam pemilu 2006, yang memicu perpecahan dengan Fatah yang mendominasi pemerintahan Palestina di Tepi Barat.

Namun, kesepakatan ini menghadapi tantangan besar, termasuk penolakan dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terhadap keberadaan Hamas dan Otoritas Palestina di Gaza pascaperang. Selain itu, pemukim Israel yang ingin mendirikan permukiman ilegal di Gaza utara menambah kompleksitas situasi. Semua permukiman Israel di wilayah Palestina yang diduduki ilegal menurut hukum internasional, sehingga menjadi hambatan dalam proses perdamaian dan rekonstruksi Gaza. (Enal Kaisar)

Trending



Copyright © 2024 aktualitas.id