DUNIA
Trump U-Turn: Bakal Turunkan Tarif Impor China Demi Lanjutkan Bisnis

AKTUALITAS.ID – Setelah berbulan-bulan terlibat dalam perang dagang yang sengit, Presiden Amerika Serikat Donald Trump tiba-tiba mengeluarkan pernyataan mengejutkan yang mengisyaratkan kemungkinan penurunan pungutan tarif pada produk-produk China. Pernyataan ini memicu spekulasi ketegangan antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia tersebut mungkin akan mereda.
Dalam sebuah wawancara dengan NBC yang direkam pada Jumat (2/5/2025), Trump secara terbuka menyatakan niatnya untuk mengubah kembali kebijakannya terkait tarif impor dari Beijing. Alasannya cukup pragmatis: demi bisa melanjutkan bisnis dengan Negeri Tirai Bambu.
“Pada titik tertentu, saya akan menurunkannya karena jika tidak, Anda tidak akan pernah bisa berbisnis dengan mereka,” kata Trump tanpa ragu. Pernyataan ini kontras dengan retorika keras yang selama ini dilontarkannya mengenai defisit perdagangan dengan China.
Trump mengeklaim China sangat ingin melanjutkan bisnis dengan AS lantaran kondisi ekonomi mereka yang menurutnya “mulai kolaps.” Dia menyebutkan pabrik-pabrik di China saat ini mulai tutup dan angka pengangguran melonjak. Namun, meskipun berniat mengurangi tarif, Trump mengaku tidak berencana melihat China mengembangkan kembali bisnisnya dengan pesat, menunjukkan sikap hati-hatinya masih ada.
Pernyataan Trump ini muncul di tengah sinyal-sinyal positif dari kedua belah pihak yang belakangan saling melunak soal perang tarif. Pada Jumat yang sama, juru bicara Kementerian Perdagangan China mengindikasikan pihaknya sedang menilai proposal yang diajukan AS untuk memulai negosiasi terkait tarif.
Dua minggu sebelumnya, Trump sendiri sudah memberikan sinyal pajak pada produk Beijing akan “turun secara substansial”. Ia bahkan berjanji akan bersikap “sangat baik” di meja perundingan demi mendorong Presiden China Xi Jinping untuk membuka dialog.
Perang tarif antara AS dan China memanas sejak awal April, ketika Trump menaikkan pungutan pajak terhadap produk-produk asal China hingga 145 persen. Sebagai balasan, Beijing pun tidak tinggal diam dan menaikkan tarif terhadap produk-produk AS hingga 125 persen.
Tarif selangit dari AS ini memang telah memberikan dampak signifikan pada ekonomi China yang sangat bergantung pada ekspor dan sektor manufaktur. Data menunjukkan pesanan ekspor Beijing menurun drastis dan produksi pabrik mengalami hambatan. Pada April, aktivitas pabrik di China menunjukkan penurunan paling tajam dalam 16 bulan terakhir, sementara pesanan ekspor baru turun ke level terendah sejak tahun 2022.
Meskipun beberapa peritel besar AS seperti Walmart dan Target dilaporkan telah kembali melakukan bisnis dengan pemasok China, banyak pabrik di negara itu masih belum beroperasi secara penuh dan tengah menjajaki pasar alternatif di luar AS, seperti Eropa.
Sinyal penurunan tarif dari Trump ini bisa jadi merupakan langkah strategis untuk meredakan ketegangan dan membuka jalan bagi negosiasi yang lebih konstruktif. Namun, masih perlu dilihat sejauh mana penurunan tarif ini akan dilakukan dan apakah kedua negara benar-benar siap untuk mengakhiri perang dagang yang telah merugikan banyak pihak. Pernyataan Trump ini setidaknya memberikan secercah harapan bagi dunia bisnis yang mendambakan stabilitas dalam hubungan perdagangan global. (Mun)
-
EKBIS01/07/2025 08:30 WIB
Dompet Makin Tipis! Harga Pertamax Cs Resmi Naik di SPBU Pertamina Mulai Hari Ini
-
DUNIA01/07/2025 01:00 WIB
Menlu: Pengiriman 10 Ribu Ton Beras ke Palestina Terkendala Akses
-
JABODETABEK01/07/2025 05:30 WIB
Awal Juli Disambut Hujan: BMKG Prediksi Jabodetabek ‘Kompak’ Basah pada 1 Juli
-
EKBIS01/07/2025 10:30 WIB
Kabar Baik dari Pasar Uang: Rupiah Makin Perkasa Lawan Dolar AS Hari Ini
-
POLITIK01/07/2025 11:00 WIB
Pemilu Nasional vs Lokal: DPR & Pemerintah Mulai Cari Solusi Setelah Putusan MK
-
OLAHRAGA01/07/2025 16:30 WIB
Indonesia Lolos Langsung ke Piala Asia U-17 2026
-
POLITIK01/07/2025 07:00 WIB
Partai NasDem: Putusan MK Soal Pemilu adalah Pencurian Kedaulatan Rakyat
-
DUNIA01/07/2025 08:00 WIB
Iran Tutup Pintu Negosiasi Nuklir dengan AS Pasca Perang Sengit dengan Israel