Connect with us

Berita

Mengapa Dana Saksi Parpol Harus Ditanggung APBN?

Undang-Undang tidak mengamanatkan anggaran dana untuk saksi parpol di TPS.

Published

on

AKTUALITAS.ID – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengajukan agar dana saksi partai politik untuk Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 ditanggung oleh anggaran negara (APBN). Akan tetapi, sejumlah pihak menolak usulan ini.

Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta menolak usulan agar saksi partai politik dalam pemilu dibiayai melalui APBN. Apalagi, UU no 7/2017 tentang Pemilu tak memuat aturan kewajiban negara membiayai saksi dari parpol.

Undang-undang tersebut dalam pasal 351 saksi hanya mengatur soal biaya pelatihan saksi oleh Bawaslu. “Jadi negara hanya memberi palatihan agar saksi parpol memiliki pemahaman tentang proses di TPS,” katanya di Jakarta, Kamis (18/10/2018).

Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mengatakan dana saksi untuk Pemilu 2019 juga bukan kewajiban negara. Ray pun beralasan alokasi tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

“Kesalahan kalau negara menggelontorkan uang untuk sesuatu yang tidak berdasar. Tidak ada kewajiban dalam undang-undang,” ujarnya di Jakarta, Jumat (19/10).

Dalam UU Nomor 7 Tahun 2017, saksi dari partai politik bukanlah perangkat yang menentukan sah atau tidaknya pengambilan suara. Partai politik memiliki pilihan untuk mengirim saksi atau tidak saat pengambilan suara dilakukan.

Ray mengatakan, yang diwajibkan ada adalah petugas saksi dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) atau yang disebut pengawas lapangan yang dibiayai negara. Ray menerangkan pengawas lapangan bekerja di bawah koordinasi Bawaslu.

Dengan demikian, ia menyatakan, pertanggungjawabannya jelas. “Sementara untuk saksi partai politik yang tidak diwajibkan, pertanggung jawabannya tidak jelas,” kata dia.

Selain itu, menurut Ray, saksi dari partai politik bukan tolok ukur dan dasar suatu pemilihan ditetapkan jujur dan adil atau tidak. “Tidak menentukan demokratis. Saksi tidak membatalkan kesahihan pemilu,” kata Ray.

Usulan tentang pembiayaan dana parpol oleh anggaran negara ini pertama kali muncul dalam rapat kerja Komisi II DPR RI dengan KPU, Bawaslu dan Kemendagri, Selasa (16/10). Kala itu, sejumlah anggota DPR mengusulkan dana saksi parpol untuk Pemilu 2019 dibiayai APBN.

Usulan tersebut menyebutkan, dana saksi dibutuhkan untuk memastikan adanya saksi masing-masing parpol. Dengan demikian, pemilu yang jujur adil dapat tercipta.

Sebab, dalam pengalaman pilkada, ada parpol-parpol yang tidak ada saksinya di TPS sehingga rawan penyelewengan suara. Badan Anggaran (Banggar) DPR RI langsung merespons usulan dari Komisi II DPR tersebut.

Banggar DPR RI menerima usulan anggaran dana saksi untuk Pemilu 2019 Rp 3,9 triliun agar dianggarkan dalam APBN 2019. Dana saksi itu diberikan kepada parpol dengan pengelolaannya diserahkan kepada Bawaslu.

Namun, pemerintah keberatan karena tidak diatur dalam UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Kementerian Keuangan mengungkap dana saksi partai politik untuk Pemilu 2019 tidak termasuk yang dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2019.

“Dapat kami sampaikan Pak dalam UU Pemilu, dana saksi itu tidak dimasukkan, Jadi sesuai ketentuan UU Pemilu itu dana saksi hanya untuk pelatihan, yang kemudian anggarannya dimasukkan dalam Bawaslu, jelas dalam UU Pemilu,” ujar Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/10).

Ia menegaskan pemerintah pun menganggarkan sesuai dengan amanat UU Pemilu bahwa yang dibiayai hanya pelatihan saksi, bukan dana saksi. Askolani menjelaskan secara umum pemerintah mengalokasikan Rp 16 triliun untuk tahun 2018 dan Rp 24,8 untuk tahun 2019 dalam mendukung pelaksanaan pemilu serentak 2019.

“Tentunya untuk 2019 dan 2018 itu semua sesuai amanat UU Pemilu, kami laksanakan untuk pelatihan saksi,” kata Askolani.

OASE

INFOGRAFIS

WARGANET

Trending