Kritik Militer, Lima Penyair Muda Myanmar Dipenjara


Ilustrasi, (Foto: Istimewa)

AKTUALITAS.ID – Lima anggota kelompok penyair satiris di Myanmar dihukum lima tahun penjara, Rabu (30/10), karena menyindir angkatan bersenjata negara tersebut.

Para penyair yang tergabung dalam kelompok Peacock Generation itu ditangkap April lalu, saat mereka menampilkan thangyat , sebuah seni tradisional yang menggabungkan deklamasi puisi, lawak, dan tarian.

Dalam penampilan itu, mereka mengkritik kekuatan militer dalam parlemen Myanmar. Kelompok seni itu juga menunjukkan sebuah foto anjing yang mengenakan jaket ala militer.

Lima seniman itu dinyatakan bersalah atas tuduhan merusak citra militer Myanmar. Mereka dijatuhi hukuman penjara selama satu tahun.

Tiga dari lima penyair itu juga menghadapi dakwaan tambahan karena diduga menyiarkan penampilan mereka secara langsung melalui akun Facebook.

Lima seniman muda itu masing-masing bernama Kay Khine Tun, Zay Yar Lwin, Paing Pyo Min, Paing Ye Thu, dan Zaw Lin Htut.

Mereka dijerat Pasal 505 (a) kitab undang-undang pidana setempat, yang mengontrol pernyataan seseorang di ruang publik.

Ketika membacakan putusan, hakim Tun Kyaw mengatakan, “Jelas bahwa perbuatan itu bukan sesuatu yang tidak disengaja, karena mereka tampil di depan publik dengan ungkapan kata-kata itu.”

“Kelompok itu dinyatakan bersalah,” ujar hakim tersebut.

Namun lima penyair muda itu membantah telah berbuat salah. Ditemui usai sidang, Zay Yar Lwin berkata kepada pers, “Saya tidak mengakui legalitas pengadilan. Satu hari atau satu tahun, tak ada bedanya.”

Tak hanya mereka, anggota kelompok seni Peacock Generation juga didakwa atas tuduhan yang sama oleh pengadilan lain di luar Kota Yangon.

Merujuk keterangan tertulis , thangyat adalah seni tradisional berumur lebih dari satu abad.

Pertunjukannya kerap dilakukan pada festival air pergantian tahun kalender Myanmar yang jatuh bulan Apr

Otoritas militer Myanmar melarang pertunjukan thangyat pada tahun 1989. Seni ini baru boleh ditampilkan lagi tahun 2013.

Masih menurut sumber yang sama, otoritas di Yangon mengharuskan kelompok seni melaporkan syair dan lirik thangyat . Persetujuan mereka dibutuhkan sebelum naskah itu dibacakan di depan umum.

“Menghukum orang-orang yang menampilkan perkataan satir menunjukkan situasi kebebasan berpendapat yang gawat di Myanmar,” kata Joanne Mariner, direktur penelitian Amnesty Internasional yang berbasis di Asia Tenggara.

“Para aktivis ini adalah tahanan moral. Mereka sudah enam bulan di penjara hanya karena pemerintah Myanmar sungguh sensitif untuk menoleransi kritik yang bahkan sangat lembut,” ujarnya.

Merujuk catatan Athan, sebuah kelompok advokasi kebebasan berpendapat di Myanmar, terdapat 26 orang yang dipidana dengan dakwaan serupa selama satu semester pertama tahun 2019.

Pemerintah Myanmar disebut semakin kerap memenjarakan orang yang melempar kritik kepada mereka. Jurnalis, seniman, dan kelompok antipemerintah belakangan terjerat pidana.

Pemerintahan sipil Myanmar yang dipimpin pemenang Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi, tercatat hanya mengubah sebagian kecil hukum pidana setempat. Aturan pidana itu telah berlaku selama lima dekade pemerintahan junta militer.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>