Berita
Olah Bahan Baku Nuklir, Arab Saudi Gandeng China
Pemerintah Arab Saudi dilaporkan membangun fasilitas pengolahan bijih uranium menjadi bahan baku nuklir, yellow cake atau urania, dengan bantuan China. Dilansir Middle East Monitor yang mengutip surat kabar Wall Street Journal, Minggu (16/8), Saudi membangun fasilitas untuk mengolah uranium menjadi urania yang merupakan bahan baku bahan bakar nuklir di dekat kota Al Ula. Lokasinya berada […]
Pemerintah Arab Saudi dilaporkan membangun fasilitas pengolahan bijih uranium menjadi bahan baku nuklir, yellow cake atau urania, dengan bantuan China.
Dilansir Middle East Monitor yang mengutip surat kabar Wall Street Journal, Minggu (16/8), Saudi membangun fasilitas untuk mengolah uranium menjadi urania yang merupakan bahan baku bahan bakar nuklir di dekat kota Al Ula. Lokasinya berada di tengah padang pasir.
Situs itu dilaporkan sangat rahasia, tetapi kini menarik perhatian bagi para sekutu Saudi, terutama negara-negara blok Barat. Mereka khawatir fasilitas itu digunakan sebagai salah satu upaya Saudi untuk mengembangkan program nuklir untuk dijadikan senjata.
Apalagi dua tahun lalu Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman, pernah berjanji bahwa mereka akan melakukan langkah yang sama jika Iran mengembangkan bom nuklir.
Urania diperoleh dengan mengolah bijih uranium. Nantinya bahan itu bisa diperkaya dengan beragam metode untuk menghasilkan bahan bakar bagi pembangkit listrik.
Jika jumlah pengkayaan lebih besar, maka bisa dijadikan bahan baku senjata nuklir.
Kementerian Energi Arab Saudi membantah laporan Wall Street Journal yang menyatakan mereka membangun fasilitas pengolahan bijih uranium. Namun, mereka tidak menampik bahwa menyewa perusahaan China untuk melakukan eksplorasi uranium di negara mereka.
Amerika Serikat yang menjadi sekutu terkuat Saudi pernah melaporkan mereka cemas soal pengolahan uranium Saudi.
Komisi Kongres AS pada Mei 2019 pernah menerbitkan laporan yang isinya memperingatkan pemerintahan Presiden Donald Trump supaya tidak mengizinkan perusahaan AS menawarkan teknologi nuklir kepada Saudi, jika negara itu tidak meneken perjanjian bahwa tidak akan menggunakan program mereka untuk membuat senjata.
Tiga bulan sebelumnya bahkan pejabat pemerintah AS mengadu ke Dewan Perwakilan bahwa pemerintahan Trump mencoba menghindari proses evaluasi dari Kongres, dan berusaha menjual teknologi nuklir kepada Arab Saudi tanpa jaminan mereka akan meneken perjanjian non-proliferasi. Jika hal itu terjadi maka dikhawatirkan akan memicu persaingan senjata nuklir di kawasan Timur Tengah yang labil.
Menurut laporan kantor berita Turki, Anadolu Agency, pemerintah Jerman mendesak Saudi untuk mematuhi Pakta Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT), jika tetap melanjutkan program pengolahan uranium.
“Posisi pemerintah Jerman terhadap kepemilikan tenaga nuklir sudah jelas. Maka dari itu kami menganggap sangat penting supaya Arab Saudi menyetujui dan mematuhi NPT dan program nuklirnya diverifikasi oleh Badan Energi Atom Dunia (IAEA),” demikian isi pernyataan Kementerian Luar Negeri Jerman.
NPT adalah perjanjian di tingkat dunia yang mengikat negara-negara yang mengembangkan program nuklir untuk perdamaian, dan mencegah pengembangan dan untuk melucuti senjata nuklir.
-
RIAU05/12/2025 17:00 WIBPolda Riau Kirim Bantuan Gelombang Keempat untuk Penanganan Bencana di Sumatera, 3.459 Alat Kerja dikirim ke Aceh dan Sumbar
-
EKBIS06/12/2025 09:30 WIBDaftar Harga Emas Antam 6 Desember 2025 per Gram dan Pecahan Lengkap
-
NUSANTARA05/12/2025 23:00 WIBMobil Travel Terguling di Bali, 13 Wisatawan China Terluka
-
NASIONAL05/12/2025 19:00 WIBDarurat Narkoba, DPR Minta Pemerintah Tak Ragu Eksekusi Bandar
-
OASE06/12/2025 05:00 WIBMakna Surat An-Najm dan Hubungannya dengan Peristiwa Mi’raj Nabi Muhammad SAW
-
OTOTEK05/12/2025 15:30 WIBMotul Jangkau Konsumen Pengguna Alfagift
-
JABODETABEK06/12/2025 05:30 WIBCuaca Jakarta Akhir Pekan: Hujan Merata di Selatan hingga Utara
-
JABODETABEK05/12/2025 22:02 WIBBanjir Rob Masih Genangi Pluit, Aktivitas Warga Terganggu

















