Sengketa Turki dan Yunani, Prancis Kirim Kapal Induk Nuklir ke Perairan Mediterania


Terlihat kapal induk Prancis satu-satunya saat ini, Charles de Gaulle, berlayar melintasi laut Mediterania. Foto: Reuters

Kapal induk bertenaga nuklir milik Angkatan Laut Prancis, Charles de Gaulle, dilaporkan dikerahkan ke perairan Mediterania Timur yang memanas akibat sengketa eksplorasi energi antara Turki dan Yunani.

Lembaga penyiaran Cypriot Sigma melaporkan kapal induk itu akan dikawal dengan armada kapal perang dan kapal selam.

Dilansir Famagusta Gazette, Selasa (1/9), kapal itu adalah kapal permukaan bertenaga nuklir pertama Prancis, dan satu-satunya kapal induk bertenaga nuklir di luar milik Angkatan Laut Amerika Serikat.

Pengerahan angkatan laut Prancis mengikuti pernyataan Presiden Emmanuel Macron terkait sikap Turki. Macron mengomentari perselisihan berkepanjangan antara Yunani dan Turki yang tidak menunjukkan tanda-tanda akan mereda.

Ketegangan memanas saat Turki mencari cadangan gas di perairan pulau-pulau Yunani di Mediterania Timur. Kapal penelitian Turki, Oruc Reis, dikerahkan untuk menyelidiki endapan di selatan pantai Turki di perairan yang diklaim Athena sebagai yurisdiksi.

Untuk menambah kekuatan, Oruc Reis dikawal oleh kapal angkatan laut Turki.

Turki berpendapat daerah tersebut adalah bagian dari landas kontinennya. Bahkan Yunani mengeluhkan jet Angkatan Udara Turki melakukan serangan ke wilayah udaranya.

Konflik serupa terjadi di dekat Siprus, sebuah pulau di mana ditemukan cadangan gas alam yang kaya.

Dalam upaya menenangkan pertikaian tersebut, Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas telah memperingatkan bahwa setiap percikan kecil ‘dapat menyebabkan malapetaka’.

Selama berminggu-minggu, Jerman sudah mencoba menengahi perselisihan. Kanselir Angela Merkel beberapa kali melakukan pembicaraan melalui telepon dengan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, dan Perdana Menteri Yunani, Kyriakos Mitsotakis.

Sementara itu, Uni Eropa (UE) telah meminta Turki untuk segera menghentikan eksplorasi energi di perairan yang disengketakan tersebut, dengan mengancam akan menjatuhkan sanksi baru jika ketegangan tidak mereda.

Pekan lalu, Menteri Luar Negeri Yunani mendukung seruan sanksi UE terhadap Turki. Pihaknya mengatakan Turki mewakili ‘ideologi neo-Ottoman’ dan mencoba ‘ekspansionisme tanpa batas’ di Mediterania Timur.

Meski begitu, tampaknya tidak ada tanda-tanda ketegangan akan mereda. Saat ini, baik Yunani dan Turki saling meningkatkan ketegangan dengan melakukan latihan angkatan laut secara besar-besaran.

Sementara itu, Turki mengatakan akan melakukan latihan militer tembak langsung hingga pertengahan September di zona di lepas kota selatan Turki, Anamur, tepat di utara Siprus.

Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell mengatakan Brussel bertekad untuk menunjukkan solidaritas dengan Yunani dan Siprus.

“Kita harus berjalan di garis tipis antara menjaga ruang dialog yang sebenarnya dan pada saat yang sama, menunjukkan kekuatan kolektif dalam membela kepentingan bersama kita,” katanya kepada wartawan.
Lihat juga: Pertikaian Turki vs Yunani di Mediterania Bisa Picu Perang

Para kepala negara Eropa akan membahas hubungan penuh dengan Ankara dalam pertemuan puncak yang akan datang pada bulan depan.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>