Berita
Hadapi Ancaman China, AS Setuju Jual Rudal Jelajah ke Taiwan
Pemerintah Amerika Serikat telah menyetujui penjualan rudal udara ke darat canggih senilai US$1 miliar atau sekitar Rp14,6 triliun kepada Taiwan. Persetujuan tersebut terjadi ketika Taiwan sedang menopang pertahanannya terhadap ancaman dari China. Departemen Luar Negeri AS mengatakan pihaknya setuju untuk menjual 135 rudal jelajah AGM-84H SLAM-ER yang dipandu dengan presisi dan diluncurkan dari udara. Selain […]

Pemerintah Amerika Serikat telah menyetujui penjualan rudal udara ke darat canggih senilai US$1 miliar atau sekitar Rp14,6 triliun kepada Taiwan.
Persetujuan tersebut terjadi ketika Taiwan sedang menopang pertahanannya terhadap ancaman dari China.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan pihaknya setuju untuk menjual 135 rudal jelajah AGM-84H SLAM-ER yang dipandu dengan presisi dan diluncurkan dari udara.
Selain itu, pihaknya juga menyetujui penjualan enam pod pengintai udara MS-110 dan sebelas peluncur roket ringan M142, sehingga total tiga paket senjata tersebut bernilai US$1,8 miliar atau sekitar Rp26,4 triliun.
Dilansir AFP, Kamis (22/10), sebuah pernyataan menuturkan rudal SLAM-ER akan membantu Taiwan “menghadapi ancaman saat ini dan di masa depan karena ramah di semua cuaca, baik siang maupun malam, kemampuan serangan presisi terhadap target bergerak dan tidak bergerak” di permukaan darat atau laut.
Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan senjata itu akan membantunya “membangun kemampuan tempur yang kredibel dan memperkuat pengembangan perang asimetris”.
Tapi penjualan senjata itu tidak termasuk drone tempur MQ9 Reaper yang dilaporkan juga diminta oleh Taiwan.
Taiwan yang demokratis hidup di bawah ancaman terus-menerus dari invasi China yang otoriter. Beijing memandang pulau itu sebagai bagian dari wilayah mereka. China berjanji akan merebut pulau itu, bahkan melibatkan kekerasan jika perlu.
Beijing telah meningkatkan tekanan diplomatik dan militernya terhadap Taiwan sejak Presiden Tsai Ing-wen berkuasa pada 2016. Tsai memandang pulau itu sebagai negara berdaulat de facto dan bukan bagian dari “satu China”.
China terus mengerahkan jet tempur dan pembom ke zona pertahanan Taiwan sejak tahun lalu.
Pekan lalu Beijing merilis rekaman latihan militer yang mensimulasikan invasi ke wilayah seperti Taiwan. Rekaman itu menampilkan serangan rudal dan pendaratan amfibi.
Baru-baru ini, Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) juga merilis video propaganda yang mensimulasikan serangan terhadap Taiwan, mencakup serangan rudal di pangkalan militer AS di Guam.
Sementara itu, Washington telah mendesak Taiwan untuk memperkuat kemampuan militernya guna melawan gelombang invasi dari Negeri Tirai Bambu.
“Apakah ada pendaratan amfibi, serangan rudal, operasi tipe zona abu-abu (hibrida), mereka benar-benar perlu memperkuat diri,” kata Penasihat Keamanan Nasional Presiden Donald Trump, Robert O’Brien pada pekan lalu.
“Taiwan perlu mulai melihat beberapa strategi penolakan area asimetris dan anti-akses. Benar-benar membentengi dirinya dengan cara yang akan menghalangi China dari segala jenis invasi amfibi atau bahkan operasi zona abu-abu terhadap mereka,” ucapnya.
Hal ini berbeda dengan tiga pemerintahan AS sebelumnya yang mewaspadai kesepakatan senjata besar dengan Taipei karena takut menimbulkan kemarahan Beijing.
-
NUSANTARA26/09/2025 00:02 WIB
Gempa M 5,7 Guncang Bali, Warga Denpasar Rasakan Getaran Kuat
-
JABODETABEK26/09/2025 13:30 WIB
Kombes Iman dan Kombes Edy Isi Jabatan Direktur Reserse Polda Metro
-
OASE26/09/2025 05:00 WIB
Etika Bersosial Media Untuk Pasangan Suami Istri
-
OLAHRAGA26/09/2025 01:02 WIB
Duel Panas Madrid Derby Panaskan Pekan Ketujuh Liga Spanyol
-
NUSANTARA25/09/2025 21:35 WIB
Selama 35 Tahun, Baru di Era Prabowo Petani Indramayu Bisa Panen Dua Kali Setahun
-
EKBIS25/09/2025 23:00 WIB
IHSG Ditutup Melemah, LQ45 Ikut Tergelincir
-
NUSANTARA25/09/2025 23:31 WIB
Bukan TNI-Polri, Kaops Pastikan Warga Sipil Jadi Korban Tembakan KKB di Asmat
-
NASIONAL26/09/2025 09:00 WIB
Puluhan Penerjun Bakal Meriahkan HUT ke 80 TNI Bulan Oktober Mendatang