Connect with us

Berita

Buruh Nilai UU Ciptaker Tak Ampuh Serap Tenaga Kerja yang Dijanjikan Pemerintah

AKTUALITAS.ID – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menilai Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja tidak ampuh dalam menyerap tenaga kerja seperti yang dijanjikan pemerintah. Said menyebut fakta di lapangan bertolak belakang dengan pernyataan pemerintah untuk membendung korban pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan UU Ciptaker. Menurut dia, yang terjadi hanya shifting (pergeseran) status pekerja […]

Published

on

AKTUALITAS.ID – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menilai Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja tidak ampuh dalam menyerap tenaga kerja seperti yang dijanjikan pemerintah.

Said menyebut fakta di lapangan bertolak belakang dengan pernyataan pemerintah untuk membendung korban pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan UU Ciptaker.

Menurut dia, yang terjadi hanya shifting (pergeseran) status pekerja dari karyawan tetap menjadi pekerja kontrak lewat hubungan kerja alih daya (outsourcing). Dia menyebut banyak pekerja yang mengalami PHK lalu ditawari pekerjaan sama oleh perusahaan sebelumnya, namun statusnya berubah menjadi pekerja outsourcing.

“Terjadi shifting, perpindahan dari karyawan tetap menjadi kontrak. Seolah-olah ada yang dipecat lalu masuk ke pasar kerja baru, engga itu shifting,” jelasnya pada konferensi pers daring, Senin (28/12/2020).

Said memaparkan hal tersebut terjadi karena dalam UU Ciptaker, perusahaan tak memiliki kewajiban untuk mengangkat pekerja dalam periode kerja tertentu, maka kian marak perusahaan yang memilih menggunakan tenaga outsourcing.

Dia membantah pernyataan beberapa menteri yang menyebut UU Ciptaker membuka lapangan pekerjaan secara besar-besaran.

“Saya gak tau data yang dipakai Menko Perekonomian atau Menkomarves bagaimana bisa menunjukkan kalau ada perekrutan atau penambahan pekerjaan baru melalui Omnibus Law,” ujarnya.

Dalam kesempatan sama, ia juga menyebut UU Ciptaker tidak efektif dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Karena, dalam beleid nantinya upah minimum sektor provinsi (UMSP) dihapuskan dan hanya berlaku upah minimum Kabupaten/Kota (UMK).

Dia mengatakan kenaikan upah lewat UMP tidak signifikan, kenaikan yang mengikuti pertumbuhan ekonomi regional atau inflasi tahunan ini hanya akan menaikkan upah sebesar Rp50 ribu-Rp150 ribu. Misalnya saja, jika inflasi tahunan sebesar 3 persen dan UMK daerah tersebut sebesar Rp4,2 juta, maka kenaikan gaji tahunan sebesar Rp102 ribu.

Jika buruh dibayar upah murah, ia menilai daya beli akan lesu dan otomatis berdampak langsung kepada perekonomian nasional.

“Ini mendegradasi, downgrade kembali pada rezim upah murah dengan hilangnya UMSK dan UMK bisa naik bisa tidak. Kalau pun naik berdasarkan inflasi atau pertumbuhan ekonomi daerah,” tutupnya.

OASE

INFOGRAFIS

WARGANET

Trending