Siti Nurbaya Bantah Banjir Kalsel Disebakan Faktor Penurunan Luas Hutan


AKTUALITAS.ID – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar menyatakan penyebab utama bencana banjir di Kalimatan Selatan adalah faktor anomali cuaca. Ia mengklarifikasi soal info banjir Kalsel yang menurutnya simpang siur.

Siti membantah banjir disebabkan oleh faktor penurunan luas hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito.

“Ada simpang siur informasi, terlebih banyak data tidak valid yang sengaja dikeluarkan beberapa pihak. KLHK selaku pemegang mandat walidata pemantauan sumber daya hutan, menjelaskan, penyebab banjir Kalsel anomali cuaca dan bukan soal luas hutan di DAS Barito wilayah Kalsel,” kata Siti dalam akun Twitter resminya @SitiNurbayaLHK, Rabu (20/1/2021).

Siti mengklaim hulu DAS Barito Kalimantan secara keseluruhan sampai saat ini masih terjaga dengan baik. Ia merinci bahwa DAS Barito Kalimantan secara keseluruhan memiliki luas sebesar 6,2 juta hektar. Sementara itu, DAS Barito yang sebagian berada di wilayah Kalsel seluas 1,8 juta hektar.

Menurutnya, perhatian perlu diberikan pada daerah hulu DAS Barito. Sebab, seluas 94,5 persen dari total wilayah Hulu DAS Barito berada dalam Kawasan Hutan.

“Menggunakan data tahun 2019, sebesar 83,3 persen hulu DAS Barito bertutupan hutan alam dan sisanya 1,3 persen adalah hutan tanaman,” kata Siti.

Siti menjelaskan bagian dari DAS Barito di wilayah Kalsel hanya mencakup 40 persen kawasan hutan dan 60 persen areal penggunaan lain (APL) atau bukan kawasan hutan.

Kondisi DAS Barito di Kalsel, kata dia, tidak sama dengan DAS Barito Kalimantan secara keseluruhan. Menurutnya, DAS Barito di wilayah Kalsel berada di lahan untuk masyarakat atau disebut APL yang didominasi oleh pertanian lahan kering dan sawah serta kebun.

“Kejadian banjir pada DAS Barito di wilayah Kalsel tepatnya berada pada Daerah Tampung Air (DTA) Riam Kiwa, DTA Kurau dan DTA Barabai karena curah hujan ekstrim, dan sangat mungkin terjadi dengan recurrent periode 50 hingga 100 tahun,” kata dia.

Siti lantas menjelaskan anomali cuaca penyebab banjir Kalsel dikarenakan curah hujan yang sangat tinggi selama lima hari sejak 9 sampai 13 Januari 2021.

“Terjadi peningkatan 8-9 kali lipat curah hujan dari biasanya, air yang masuk ke Barito sebanyak 2,08 miliar m3, normalnya 238 juta m3,” kata Siti.

Tak hanya itu, Siti merinci faktor lain penyebab Banjir Kalsel yaitu terdapat perbedaan tinggi hulu-hilir sungai yang sangat besar.

Hal itu menyebabkan aliran air dari hulu dengan energi dan volume yang besar menyebabkan waktu konsentrasi air berlangsung cepat dan menggenangi dataran.

Banjir yang menggenangi wilayah Kalimantan Selatan menimbulkan perdebatan di kalangan aktivis lingkungan dan masyarakat. Mereka menduga imbas dari deforestasi Kalimantan jadi penyebab utama banjir di Kalsel.

Greenpeace Indonesia menduga banjir Kalsel disebabkan Daerah Aliran Sungai (DAS) telah kehilangan sekitar 304.225 hektar tutupan hutan sepanjang 2001-2019. Sebagian besar sudah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit

Juru Bicara Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Arie Kompas menjelaskan bahwa DAS itu merupakan wilayah yang seharusnya menampung air hujan di Kalimantan Selatan. Namun karena tutupan hutannya berkurang drastis, kemampuan menampung air jadi berkurang.

“Kalau dari pantauan kita, 2001 sampai 2019 sekitar 304.225 hektar kehilangan tutupan hutan di situ. Itu yang menunjukkan daya tampung pendukung hutan di daerah itu sudah menurun drastis,” katanya saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (18/1).

Mengutip data Forest Watch Indonesia dalam laporan “Angka Deforestasi Sebagai Alarm Memburuknya Hutan Indonesia”, rasio hutan di Kalimantan hanya memenuhi 47 persen dari total daratan per 2017.

Angka deforestasi yang terus meningkat setiap tahun. Pada tahun 2000, tutupan hutan alam di Kalimantan mencapai 33,2 juta hektar. Kemudian turun menjadi 28,3 juta hektar tahun 2009, 26,8 juta hektar pada 2013 dan 24,8 juta hektar pada 2017.

Salah satu faktor dari penurunan luas tutupan hutan adalah masifnya jumlah konsesi yang memanfaatkan kawasan hutan dan lahan. FWI mencatat hingga 2017 terdapat 32 juta hektar hutan alam yang sudah dibebani izin berusaha.

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>