Connect with us

Berita

Agar Punya Anak, Warga Desa di China Dibayar Rp214 Juta

Beberapa desa di China memberikan insentif uang kepada penduduknya yang memiliki anak. Kebijakan ini dilakukan untuk meningkatkan angka kelahiran di wilayah itu. Desa Huangzhugen, yang terletak di Kota Lianjiang, Provinsi Guangdong, akan memberikan uang hingga US$510 (setara Rp7,2 juta) pada penduduknya yang melahirkan bayi setelah 1 September. Biaya ini akan diberikan per bulan. Melansir CNN, […]

Published

pada

Beberapa desa di China memberikan insentif uang kepada penduduknya yang memiliki anak. Kebijakan ini dilakukan untuk meningkatkan angka kelahiran di wilayah itu.

Desa Huangzhugen, yang terletak di Kota Lianjiang, Provinsi Guangdong, akan memberikan uang hingga US$510 (setara Rp7,2 juta) pada penduduknya yang melahirkan bayi setelah 1 September. Biaya ini akan diberikan per bulan.

Melansir CNN, setiap keluarga dapat menerima subsidi bulanan sampai bayi mereka dua setengah tahun. Diperkirakan, setiap bayi bisa mendapatkan uang lebih dari US$15.000 (setara Rp214 juta).

Dikabarkan, subsidi ini diberikan oleh seorang pria kaya di desa itu.

Sementara itu, pendapatan tahunan rata-rata di Lianjiang mencapai US$3.295 (Rp47 juta) per orang pada 2019, menurut data resmi pemerintah.

Selain Huangzhugen, Kabupaten Linze di Provinsi Gansu menawarkan biaya sebesar US$6.200 (setara Rp88 juta) untuk subsidi real estate. Pemerintah daerah itu juga berencana menawarkan subsidi tunai hingga US$1.500 (setara Rp21 juta) untuk tiap bayi per tahun bagi keluarga dengan dua atau tiga anak.

Kota Panzhihua di Provinsi Sichuan, juga memberikan bantuan tunai kepada keluarga dengan dua atau tiga anak, sebanyak US$80 (setara Rp1 juta) per bulan, untuk tiap bayi.

Pemerintah China meningkatkan jumlah anak dalam satu keluarga menjadi tiga pada bulan lalu. Namun, banyaknya pasangan itu yang masih ragu untuk punya anak membuat negara ini menawarkan uang tunai.

Walaupun begitu, kebijakan China masih mendapatkan kritik dari perempuan dan dewasa muda di negara itu. Mereka menilai pemerintah China belum menyelesaikan masalah inti dari kurangnya angka kelahiran di Negeri Tirai Bambu itu, yakni ketidaksetaraan gender yang mengakar, kurangnya cuti untuk ayah, meningkatnya biaya hidup, dan berkurangnya kesempatan kerja.

Ketika punya lebih banyak anak, perempuan harus mengorbankan lebih banyak kehidupan karirnya. Perempuan juga terancam diskriminasi di tempat kerja, mengingat peran mereka dalam mengasuh anak dan melakukan pekerjaan rumah tangga.

Bila fokus pada kondisi pusat perkotaan, upah stagnan masih menjadi masalah utama. Padahal, persaingan pekerjaan di China cukup tinggi. Tak hanya itu, biaya hidup di perkotaan juga cukup tinggi.

Bagi pendudukan desa, mereka takut punya anak lebih dari satu karena tekanan dalam pengurusan rumah tangga, edukasi, dan pengasuhan anak.

Trending

Exit mobile version