Hukum Menepati Janji Bagi Seorang Muslim


Ilustrasi Menepati janji (IST)

AKTUALITAS.ID – Memenuhi janji merupakan salah satu bentuk keimanan dalam Islam.

Wajib bagi seorang Muslim untuk memenuhi janjinya, sesuai dengan ajaran Islam yang menekankan kewajiban untuk menepati janji.

Syu’abul iman sendiri memiliki banyak cabang sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Saw. berikut:

“Iman memiliki tujuh puluh lebih cabang, dan yang paling tinggi adalah kalimat laa ilaaha illallaah, sedangkan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Malu adalah bagian dari iman,” (HR. Bukhari dan Muslim).

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

آيَةُ المُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

“Tanda orang munafik itu ada tiga, (1) jika berbicara berdusta; (2) jika berjanji maka tidak menepati; dan (3) jika diberi amanah, dia berkhianat.” (HR. Bukhari no. 33 dan Muslim no. 59).

Dalam hadis tersebut, Nabi Muhammad SAW menggunakan istilah “ayat” (tanda) untuk menekankan bahwa tiga karakter yang disebutkan adalah tanda-tanda yang pasti dan tidak meleset. Dalam konteks bahasa Arab, istilah “ayat” mengindikasikan sesuatu yang jelas dan tidak dapat disangkal, berbeda dengan istilah “alamat” yang mungkin dapat bervariasi atau meleset. 

Oleh karena itu, hadis tersebut menyiratkan bahwa siapa pun yang memiliki tiga karakter tersebut dapat dipastikan memiliki ciri-ciri munafik.

Abd. Rahman dan Heri Nugroho dalam buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (2021) menuliskan salah satu cabang-cabang keimanan adalah memenuhi janji.

Memenuhi janji merupakan perbuatan yang penting dalam Islam. Allah SWT bahkan menegaskan kewajiban menepati janji melalui firman-Nya.

Dalam surat Al-Isra Ayat 34 sebagai berikut:

 وَلَا تَقْرَبُوْا مَالَ الْيَتِيْمِ اِلَّا بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ حَتّٰى يَبْلُغَ اَشُدَّهٗۖ وَاَوْفُوْا بِالْعَهْدِۖ اِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْـُٔوْلًا ٣٤ 

Artinya: “Janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan [cara] yang terbaik [dengan mengembangkannya] sampai dia dewasa dan penuhilah janji [karena] sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya,” (QS. Al-Isra [17]: 34).

Terkait masalah hukum menepati janji atau menyelisihi janji, terdapat tiga pendapat yang diungkapkan oleh para ulama. 

Pendapat pertama, yang dianut oleh jumhur ulama, menyatakan bahwa memenuhi janji yang berorientasi pada kebaikan terhadap orang lain adalah sunah (mustahab) dan bukan kewajiban (wajib).

Pendapat kedua, yang dikemukakan oleh Imam Malik, menyatakan bahwa memenuhi janji menjadi wajib jika janji tersebut telah mendorong orang lain untuk melakukan suatu tindakan atau jika tidak dipenuhi akan menyebabkan kerugian atau kesulitan bagi pihak yang dijanjikan.

Pendapat ketiga, menyatakan bahwa memenuhi janji adalah kewajiban mutlak dan menyelisihi janji dianggap haram. Pendapat ini dianggap paling kuat, karena menyelisihi janji dianggap tanda kemunafikan, dan sejalan dengan hukum berbicara dusta yang juga diharamkan.

Penting bagi seorang muslim untuk berhati-hati dalam membuat janji, mengingat hukum menepati janji adalah wajib, sementara menyelisihi janji dianggap sebagai perbuatan yang dilarang dan bahkan dapat dikategorikan sebagai tanda kemunafikan. (Rafi)

slug . '" class="' . $tag->slug . '">' . $tag->name . ''; } } ?>