Connect with us

DUNIA

Trump ‘Matikan’ VOA dan Media Pemerintah AS Lainnya: ‘Hadiah’ untuk Musuh Amerika?

Aktualitas.id -

Capres AS dari Partai Republik, Donald Trump. (FOTO: The New York Times)

AKTUALITAS.ID – Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengambil langkah mengejutkan dengan membekukan anggaran lembaga penyiaran pemerintah, termasuk Voice of America (VOA), sebagai bagian dari kebijakan efisiensi besar-besaran. Kebijakan ini menyebabkan ratusan jurnalis dan staf di media yang didanai pemerintah terpaksa cuti paksa, dengan operasional media dihentikan sementara.

Para pegawai VOA, Radio Free Asia, Radio Free Europe, dan media lainnya yang dibiayai oleh US Agency for Global Media menerima instruksi melalui email pada akhir pekan untuk tidak masuk kantor dan mengembalikan kartu pers serta peralatan kerja. Pembekuan dana ini dilakukan setelah Trump mengeluarkan perintah eksekutif yang mencantumkan lembaga-lembaga ini sebagai bagian dari “birokrasi federal yang dianggap tidak lagi diperlukan.”

Gedung Putih menjelaskan bahwa langkah ini bertujuan untuk memastikan agar “pajak rakyat tidak lagi digunakan untuk propaganda radikal,” menandai pergeseran tajam terhadap kebijakan media luar negeri AS yang selama ini berfungsi memperluas pengaruh Amerika di dunia, terutama untuk melawan propaganda dari negara-negara seperti Rusia dan China.

Namun, dampaknya sangat besar bagi media-media tersebut yang telah beroperasi selama puluhan tahun, dengan VOA saja mencatatkan liputan dalam 48 bahasa yang menjangkau lebih dari 360 juta orang setiap minggunya. Direktur VOA, Michael Abramowitz, menyatakan bahwa meskipun reformasi perlu dilakukan, pembekuan anggaran ini akan menghentikan misi penting VOA dalam menyebarkan informasi yang bebas.

Sementara itu, para pemimpin media seperti Radio Free Europe/Radio Liberty menganggap keputusan ini sebagai “hadiah besar bagi musuh-musuh Amerika,” dengan Stephen Capus, Presiden RFE/RL, menegaskan bahwa penghentian pendanaan ini akan merayakan kemenangan bagi negara-negara otoriter seperti Iran, China, dan Rusia.

Tak hanya soal pekerjaan, staf Radio Free Asia kini juga mengkhawatirkan keselamatan mereka di negara-negara konflik, mengingat banyak jurnalis yang bekerja secara diam-diam di negara-negara otoriter. Kekhawatiran ini semakin mendalam karena banyak staf di luar negeri yang mungkin akan kehilangan izin kerja mereka jika dana tersebut dibekukan.

Kelompok advokasi Reporters Without Borders mengecam langkah Trump, menyebutnya sebagai ancaman terhadap kebebasan pers global yang telah menjadi tulang punggung kebijakan AS selama lebih dari 80 tahun. Keputusan ini memperlihatkan dampak yang jauh lebih besar, tidak hanya pada kebebasan pers di dalam negeri, tetapi juga pada stabilitas dan keselamatan jurnalis di seluruh dunia. (Mun/Yan Kusuma)

TRENDING