Connect with us

NASIONAL

Gawat! Gugatan di MK Ungkap Potensi Militer Tak Tunduk Saat Negara Krisis

Aktualitas.id -

AKTUALITAS.ID – Sebuah uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) tengah bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK), menyoroti kekhawatiran serius mengenai potensi pembangkangan militer terhadap otoritas sipil dalam situasi darurat. Pemohon, Ahmad Soffan Aly, melalui kuasa hukumnya, Ferdian Zakiy Ferdian, menyatakan supremasi sipil dalam UU TNI belum sepenuhnya mencerminkan prinsip demokrasi, terutama jika terjadi kekosongan jabatan Presiden dan Wakil Presiden secara bersamaan.

Dalam persidangan di MK pada Rabu (28/5/2025), Ferdian menjelaskan Pasal 2 huruf d UU TNI tidak secara jelas mengantisipasi kondisi krisis tersebut. Penjelasan UU TNI hanya menyebut Presiden sebagai pemimpin yang dipilih rakyat, padahal dalam kondisi darurat, kekuasaan eksekutif akan dilimpahkan kepada pelaksana tugas kepresidenan yang bukan hasil pemilu langsung.

Hal ini merujuk pada Pasal 8 ayat (3) UUD 1945, yang menyatakan jika Presiden dan Wakil Presiden berhalangan, pemerintahan akan diambil alih secara kolektif oleh Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan.

Kekhawatiran pemohon adalah ketidakjelasan norma ini dapat membuka celah bagi Panglima TNI untuk tidak tunduk pada pelaksana tugas kepresidenan dalam situasi krisis nasional. Jika skenario ini terjadi, Ferdian menilai hal tersebut berisiko melemahkan prinsip supremasi sipil dan berpotensi menimbulkan pembangkangan militer yang mengancam stabilitas negara.

“Dalam kondisi kekosongan tersebut, kepemimpinan nasional dijalankan secara kolektif, padahal militer membutuhkan komando yang cepat dan tunggal. Ini berisiko menimbulkan ketidakefektifan bahkan pembangkangan,” tegas Ferdian dalam sidang Perkara Nomor 85/PUU-XXIII/2025.

Pemohon lebih lanjut menjelaskan era reformasi telah membawa perubahan mendasar dalam hubungan sipil-militer, dengan menghapuskan dwi fungsi ABRI dan menegaskan peran sipil dalam pengambilan keputusan strategis. Oleh karena itu, militer harus sepenuhnya berada di bawah kendali otoritas sipil, yakni Presiden sebagai pemimpin negara hasil pemilu langsung.

Sebagaimana diketahui, penjelasan Pasal 2 huruf d UU TNI menyatakan “supremasi sipil adalah kekuasaan politik yang dimiliki atau melekat pada pemimpin negara yang dipilih rakyat melalui hasil pemilihan umum sesuai dengan asas demokrasi. Supremasi sipil dalam hubungannya dengan TNI berarti TNI tunduk pada setiap kebijakan dan keputusan politik yang ditetapkan Presiden melalui proses mekanisme ketatanegaraan.” Namun, pemohon berpendapat, penjelasan ini masih belum cukup kuat untuk mengantisipasi kondisi krisis yang berpotensi memicu ketidakpastian komando. (Ari Wibowo/Mun)

TRENDING