Connect with us

NASIONAL

Rapor Merah 1 Tahun Prabowo, Amnesty: 5.538 Orang Jadi Korban Kekerasan Eksesif Aparat

Aktualitas.id -

Ilustrasi, Foto: Ist

AKTUALITAS.ID – Laporan terbaru Amnesty International Indonesia menyoroti kondisi hak asasi manusia (HAM) di tahun pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang disebut mengalami erosi terparah sejak era reformasi.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyebut praktik-praktik otoriter, represi aparat, hingga pembungkaman ruang sipil meningkat tajam dalam setahun terakhir.

“Sejak dilantik 20 Oktober 2024, tidak ada kemajuan berarti dalam perlindungan HAM. Justru terjadi erosi terparah sepanjang masa reformasi,” ujar Usman dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (20/10/2025).

Menurut Amnesty, sebanyak 5.538 orang menjadi korban penggunaan kekuatan eksesif dan kekerasan aparat dalam berbagai aksi protes sepanjang 2025.

Rinciannya meliputi 4.453 korban penangkapan, 744 korban kekerasan fisik, serta 341 korban akibat penggunaan gas air mata dan water cannon.

Insiden terbesar terjadi saat demo penolakan revisi UU TNI (Maret 2025), aksi buruh (Mei 2025), dan unjuk rasa menolak kenaikan tunjangan DPR (Agustus 2025). Amnesty juga mencatat 10 orang tewas dalam aksi Agustus, namun Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk menyelidiki kasus itu tak pernah dibentuk.

“Komite Reformasi Polri menguap. Padahal itu penting untuk mengungkap aktor yang bertanggung jawab,” tegas Usman.

Selain korban demonstrasi, Amnesty mendata 119 korban kekerasan aparat di luar aksi protes, termasuk kasus penembakan, penyiksaan, pemerasan, dan pembunuhan di luar hukum.

Di luar kekerasan fisik, Amnesty juga mencatat 268 kasus serangan terhadap pembela HAM, termasuk 153 serangan fisik, 46 pelaporan ke polisi, 35 kriminalisasi, serta 20 kasus pelanggaran UU ITE. Korban terbesar berasal dari kalangan jurnalis dan pegiat adat, seperti serangan bom molotov ke kantor media Jubi di Jayapura pada 16 Oktober 2024.

“Jika suara-suara kritis dibungkam, yang terbentuk adalah atmosfer ketakutan,” ujar Usman.

Kekerasan dan diskriminasi berbasis agama juga meningkat, dengan 13 kasus dalam setahun terakhir. Termasuk penyegelan rumah ibadah, pembubaran kegiatan jemaat, hingga kasus intoleransi terhadap anak di Padang, Riau, dan Cidahu.

Lebih lanjut, Amnesty juga menyoroti kelanjutan hukuman mati meski Presiden Prabowo sempat menyatakan menolak praktik tersebut.

Tercatat, 56 terdakwa baru dijatuhi vonis mati sepanjang 2025, sementara RUU Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati justru masuk Prolegnas Prioritas 2025.

“Tidak ada bukti bahwa hukuman mati memberi efek jera. Negara seharusnya berani menghapusnya, bukan mencari cara alternatif,” tutup Usman. (Purnomo/Mun)

TRENDING

Exit mobile version