Connect with us

NASIONAL

Koalisi Masyarakat Sipil Desak Presiden Prabowo Batalkan KUHAP Baru

Aktualitas.id -

Ilustrasi, Dok: aktualitas.id - ai

AKTUALITAS.ID – Koalisi masyarakat sipil kembali menyerukan pembatalan Kitab Undang‑Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru disahkan DPR. Dalam konferensi pers di Gedung YLBHI, Amnesty International Indonesia dan sejumlah organisasi mitra menilai proses pembahasan KUHAP berlangsung terbatas, minim partisipasi publik, serta mengandung ketentuan yang mengancam kebebasan sipil.

Manager Amnesty International Indonesia Nurina Savitri menyatakan pola legislasi bermasalah berulang dari sejumlah produk hukum sebelumnya kini kembali terjadi pada KUHAP. Menurutnya, mekanisme konsultasi publik yang formalitas dan undangan terbatas tidak memenuhi standar partisipasi sebagaimana diatur UU No. 12 Tahun 2005 tentang Hak Politik Warga Negara.

“Partisipasi publik bukan sekadar live streaming atau undangan simbolis. Kami tidak pernah diundang secara resmi sebagai koalisi besar; proses seperti ini menyalahi aturan dan mengurangi legitimasi hukum,” ujar Nurina pada Sabtu (22/11/2025).

Selain soal proses, koalisi menyoroti sejumlah pasal yang dinilai problematik, terutama Pasal 93 dan Pasal 100 terkait ketentuan penangkapan dan penahanan. Ketentuan tersebut membuka ruang bagi aparat menahan individu berdasarkan dugaan dan dua alat bukti yang rentan disalahgunakan, kata Nurina. Praktik ini berisiko memicu kriminalisasi terhadap demonstran, pembela HAM, dan jurnalis.

“Dengan pasal ini, orang yang mengkritik kebijakan pemerintah dapat lebih mudah ditahan. Kami khawatir KUHAP baru justru menjadi instrumen pembungkaman,” tambahnya, merujuk pada kasus‑kasus penangkapan aksi demonstrasi sebelumnya yang dinilai bersifat arbitrer.

Koalisi meminta Presiden Prabowo Subianto menggunakan wewenang konstitusionalnya untuk menerbitkan Perpu sebagai langkah cepat membatalkan atau menunda pemberlakuan KUHAP sembari dilakukan evaluasi substantif dan keterlibatan publik yang memadai. Alasan yang diajukan meliputi cacat prosedural pembahasan, potensi pelanggaran hak asasi, dan implikasi internasional terhadap komitmen HAM Indonesia.

Pihak koalisi mengusulkan langkah konkret jika Perpu diterbitkan: pembentukan tim evaluasi multistakeholder, audit HAM terhadap pasal‑pasal bermasalah, dan perumusan ulang ketentuan yang melindungi hak dasar warga negara. Mereka juga menuntut transparansi proses revisi dan undangan luas kepada organisasi masyarakat sipil, akademisi hukum, serta pemangku kepentingan lainnya.

Respons pemerintah dan DPR terhadap desakan ini masih menjadi perhatian publik. Koalisi berharap Presiden dan Kementerian Hukum serta HAM segera merespons dengan langkah yang menjamin perlindungan hak sipil dan legitimasi hukum nasional. Jika tidak ada tindakan cepat, koalisi mengancam akan memperluas mobilisasi advokasi, termasuk pengaduan ke mekanisme hukum domestik dan upaya kampanye publik.

Penutup: Koalisi menegaskan posisi tegasnya bahwa KUHAP yang disahkan tanpa partisipasi publik dan yang mengandung ketentuan represif tidak dapat diterima. Mereka meminta agar solusi kebijakan didasarkan pada prinsip partisipasi, transparansi, dan perlindungan hak asasi demi menjaga demokrasi dan supremasi hukum di Indonesia. (Firmansyah/Mun)

TRENDING