Connect with us

Rileks

Teka-Teki Airlangga, Menyindir Logika

Published

on

alt="perebutan kursi golkar"
Ilustrasi perebutan ketua partai Golkar

Jelang Prabowo bertahta sebagai presiden baru, dunia politik tanah air secara mengejutkan kembali disuguhi drama baru yang cukup asyik disimak. Kali ini Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto bikin geger dengan menyatakan mundur dari jabatannya sebagai ketum partai pohon beringin.

Sungguh keputusan yang mengundang tanya dan tak terduga. Sinyalemen apa lagi ini?

Politisi senior yang sudah kenyang dengan jalan terjal dunia politik dan pernah mengemban berbagai jabatan strategis ini tentu telah teruji kualitasnya.

Namun tiba-tiba di saat dirinya menjadi seorang ketum ‘partai mapan dan dewasa’ serta berpengaruh di Indonesia, dia melepasnya bahkan tanpa tanda-tanda dan mukadimah yang bisa terbaca orang. Airlangga seperti sedang menyindir logika. Banyak orang berlomba jadi ketua, dia malah milih mundur!

Entah alasan macam apa yang ada di kepalanya dengan keputusan mundur itu. Sekadar ingin beristirahat dari hiruk-pikuk politik, ah… kayaknya terlalu naif dan sama sekali tak masuk akal. Ingin bertualang dan mencicipi kue politik ke partai lain? Ini apalagi. Atau karena sebab-sebab lain yang masih misterius di balik keputusan kontroversialnya itu? Sepertinya ini alasan yang paling mungkin dikulik.

Mencermati diksi Airlangga saat ia menyatakan mundur bahwa dirinya ingin menjaga keutuhan Partai Golkar demi memastikan stabilitas transisi pemerintahan, bisa diasumsikan kalau Golkar bisa ‘tidak utuh dan tidak baik-baik saja’ jika dirinya tetap ngotot jadi ketua. Desakan internal bisa jadi merupakan alasan yang masuk akal bagi Airlangga untuk memilih lengser.

Isunya, meski terlalu dini, Airlangga diduga terlibat dalam kasus tindak pidana korupsi minyak goreng. Ia sempat dimintai keterangan Kejagung sebagai saksi atas dugaan memberikan fasilitas ekspor minyak sawit mentah (CPO) pada 2022 lalu.

Selain itu, isu yang juga santer terdengar adalah adanya faksi-faksi di tubuh Golkar yang merasa kecewa dan terluka karena sang mantan ketum dinilai terlalu condong ke Jokowi dan Prabowo. Airlangga dianggap tak independen lagi dalam membuat keputusan.

Pertanda kedekatan itu bisa dibaca dalam Pilgub Sumatera Utara, Airlangga begitu antusias mendukung dan mengusung Bobby Nasution, mantu sang presiden untuk menjadi kandidat gubernur. Bahkan di Pilkada Jakarta, ia tampak bersemangat mendorong Kaesang Pangarep untuk maju bertarung.

Yang lebih menohok lagi adalah pilihan Airlangga di Pilgub Jawa Barat. Airlangga bahkan rela meminggirkan kader Golkar Ridwan Kamil dan justru mengusung Dedi Mulyadi, eks kader Golkar yang kini menyeberang ke Gerindra. Apalagi yang membuat faksi di Golkar tak habis nalar, elektabilitas Dedi ini jauh di bawah Ridwan Kamil.

Jika menyimak realita tersebut, tidak salah memang jika internal Golkar menganggap mantan ketumnya itu terkesan menempel ke Jokowi dan Prabowo.

Dengan mundurnya Airlangga, internal Golkar berkeyakinan itu akan membuat Golkar menjadi lebih baik. Tantangannya adalah, Golkar harus mencari ketua umum baru yang independen dan loyal ke partainya. Apa iya bisa independen?.Masa sih?

Pertanyaan berikutnya adalah, siapa sosok yang layak ditunjuk menjadi pengganti Airlangga?

Agus Gumiwang-kah atau Bahlil Lahadalia? Yang pasti keduanya adalah loyalis Jokowi. Apakah dia kepanjangan tangan Jokowi? Tak ada yang tahu. Namun, kedua orang inilah yang diprediksi akan bersaing menjadi pengganti Airlangga.

Idrus Marham, Dewan Pembina Bappilu Golkar seperti memberi sinyal kuat bahwa Menteri Investasi Bahlil, kemungkinan akan menjadi ketum baru. Pasalnya saat ini sudah ada surat dukungan dari 34 DPD I Golkar.

Selama ini Bahlil lebih dikenal sebagai pengusaha yang sudah dirintisnya sejak usia belia dan pernah menjadi ketua HIPMI 2015-2019.

Karir politik Bahlil di Golkar adalah wakil sekretaris Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Papua dan bendahara Golkar Papua.

Sementara, kandidat lainnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang adalah Waketum Bidang Perekonomian Partai Golkar.

Ketua Dewan Pakar DPP Partai Golkar, Agung Laksono, secara implisit lebih menyoroti Agus Gumiwang untuk menjadi nakhoda Golkar ke depan.

Agus pernah menjabat Wakil Ketua DPD Golkar Jabar pada 2004 dan Ketua DPP Partai Golkar Bidang Kesejahteraan Rakyat pada 2009- 2011. Posisi penting lainnya adalah Sekretaris Fraksi Golkar DPR pada 2017-2019.

Agus juga pernah jadi legislator selama tiga periode, dari tahun 2004 hingga 2019 dan berada di Komisi Keuangan, Komisi Hukum, dan Komisi Agama.

Secara pengalaman politik memang secara kasat mata Gumiwang lebih mentereng dibanding Bahlil. Tapi yang perlu dingat, permainan politik bukan saklek hitam putih, percaturan politik sungguh berwarna, seperti pelangi.

Masih ingat kan pilpres kemarin? Kadang hasilnya tidak seperti yang diprediksikan orang.

Mari berspekulasi dengan imajinasi yang tak menghakimi. (Samsu Drajat)

OASE

INFOGRAFIS

WARGANET

Trending